Kontras Sampaikan Surat Terbuka

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), mengirim surat terbuka kepada DPR dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Meski akhirnya DPR menunda rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Penanganan Konflik Sosial sampai 10 April 2012, Kontras tetap memandang RUU itu itu perlu ditolak.

"Keresahan Kontras juga dirasakan banyak elemen masyarakat sipil lainnya. Selama ini, elemen masyarakat sipil turut bahu-membahu dalam mencari resolusi konflik dan merawat proses perdamaian pasca-konflik. Pengabaian masukan masyarakat sipil dalam berbagai ruang pertemuan dengan DPR adalah wujud pengingkaran mandat rakyat itu sendiri," kata Koordinator Badan Pekerja Kontras Haris Azhar di Jakarta, Jumat (6/4/2012).

Selain proses pembahasan yang tidak partisipatif, lanjut Haris, Kontras menilai pasal-pasal RUU itu masih bermasalah, dan berpotensi mencederai jaminan dan perlindungan hak asasi manusia warga Indonesia.

Pertama, jelas Haris, definisi konflik sosial yang tidak jelas. Misalnya, mencampuradukkan tema konflik sosial dengan tawuran antar kampung. RUU itu juga melupakan dimensi konflik, seperti kesukuan, etnis, bahkan agama.

Selain itu, menurut Haris, pengaturan tugas dan kewenangan aktor-aktor di bidang keamanan dalam RUU itu, tidak jelas dan rancu. "Terkesan aktor keamanan diberikan kewenangan serta-merta melalui keputusan politik lokal, yaitu melalui Forum Daerah, gubernur, bupati, dan wali kota," katanya.

Kontras dan elemen masyarakat sipil khawatir pengesahan RUU itu akan menimbulkan ketidaksempurnaan yang serius secara konstitusional dan berbenturan dengan UU lainnya, seperti KUHP, KUHAP, UU TNI, UU Polri, dan UU Intelijen Negara.

"Jadi, apa urgensi bagi DPR dan Pemerintah mempercepat proses pengesahan RUU PKS?" tanya Haris.