Mengungkap Kejanggalan-kejanggalan Kematian 3 TKI Korban Penembakan Brutal Polisi Malaysia

Mengungkap Kejangggalan-Kejanggalan Kematian 3 TKI Korban Penembakan Brutal Polisi Malaysia

Kematian 3 TKI asal NTB korban penembakan brutal Polisi Diraja Malaysia bukan merupakan kasus yang pertama. Kalau saja pemerintah Indonesia  serius mengungkap kasus serupa sebelumnya, mestinya kasus yang sama tidak terulang. 9 Maret 2005, Polisi Diraja Malaysia menembak secara brutal 4 buruh migrant asal Flores: Gaspar, Dedi, Markus dan Reni. 16 Maret 2010, 3 buruh migran asal Sampang, yakni Musdi, Abdul Sanu dan Muklis  juga di tembak secara Brutal oleh Polisi Malaysia di danau Putri Kulalalumpur. Dan hingga kini pemerintah Indonesia belum menunjukkan ketegasannya terhadap pemerintah Malaysia atas tindakan represif aparat Malaysia terhadap warga Negara Indonesia. Dan hampir di seluruh Negara tujuan, pemerintah Indonesia tidak pernah berani mengambil sikap politik yang tegas terhadap berbagai pelanggaran HAM yang dialami buruh migran.

Untuk itu, jangan sampai kasus penembakan terhadap ketiga TKI asal NTB bernasib sama. Berbagai macam fakta yang didapat oleh keluarga terhadap kematian menujukkan adanya kejanggalan yang tidak sedikit. Berikut kejanggalan-kejanggalan yang di dapat keluarga:

  1. Informasi tentang kematian ketiga TKI diperoleh dari inisiatif keluarga yang mencari informasi mengenai keberadaan ketiga TKI tersebut. Mestinya KBRI adalah pihak pertama yang mendapat informasi secara resmi dari pemerintah Malaysia untuk kemudian diteruskan kepada pihak keluarga.
  2. Pihak keluarga yang ada di Malaysia yang turut memandikan dan mengkafani jenazah mendapati berbagai macam ketidakwajaran yang terdapat pada ketiga jenazah. Adanya jahitan yang hampir dilakukan di seluruh tubuh korban dari kepala, mata hingga kaki. Padahal pihak RS Port Dickson menyatakan hanya melakukan pengecekan post mortem/ tidak melakukan pembedahan terhadap jenazah
  3. Pemulangan jenazah hanya di urus oleh agen pengurusan jasa jenazah ‘Poh Soon Professional Funeral Servise”  yang semua biayanya ditanggung oleh pihak keluarga, masing-masing keluarga sebesar 13 juta rupiah. Semestinya semua biaya pemulangan jenazah hingga penguburan ditanggung oleh pemerintah.
  4. Tim yang dibentuk kemenlu setelah adanya protes keluarga korban menegaskan bahwa buruknya kinerja KBRI dalam melayani dan melindungi buruh migrant.
  5. Inisiatif keluarga untuk melakukan otopsi ulang dipersulit dengan birokrasi yang tidak pasti di tingkat kepolisian. Selama otopsi beralngsung keluarga tidak mendapatkan penjelasan mengenai fakta yang terjadi terhadap ketiga korban. Dan hasil otopsi resmi hingga hari ini belum disampaikan kepada keluarga, sementara pemerintah sudah mengumumkan hasil tersebut kepada publik. BNP2TKI yang menyatakan menanggung biaya otopsi ketiga TKI merupakan hal yang luar biasa karena selama ini banyak TKI yang dinyatakan meninggal tidak wajar tidak mendapatkan perhatian serius dari BNP2TKI.
  6. Pemerintah terkesan telah selesai tanggungjawabnya setelah mengumumkan hasil otopsi. Sementara keluarga mendapatkan fakta yang berbeda dengan apa yang disampaikan secara resmi oleh pemerintah.

 

Berdasarkan hal tersebut, keluarga didampingi oleh Koslata, Migrant CARE dan KontraS akan menuntut tanggung jawab pemerintah untuk benar-benar menuntaskan masalah ini.

Jakarta, 2 Mei 2012

Kontak Keluarga: H. Ma’sum (Bapak Herman) : 081918348075, Tohri (Kakak Abdul Kadir Jaelani) : 081907888953, Nurmawi (Kakak Mad Noor) : 08192604537
Saleh (Koslata): 08175758220
Migrant CARE: Anis Hidayah (081578722874), Wahyu Susilo (08129307964)
Haris Azhar (KontraS) : 081513302342

Lampiran: Kronologis Kasus Kematian 3 TKI [unduh]