Hentikan Penembakan dan Kriminalisasi Terhadap Warga Papua

Hentikan Penembakan dan Kriminalisasi Terhadap Warga Papua

Kami menyesalkan atas terjadinya penembakan terhadap Terjoli Weya (23), seorang mahasiswa pria, semester VI kuliah di STIE Port Numbay Jayapura, tinggal di Asrama Tolikara, tertembak saat pulang aksi damai memperingati hari aneksasi RI pada 1 Mei 2012, disekitar Koramil 1701 Jayapura dengan markas TNI AD perwakilan Jayawijaya di distrik Kotabaru, Abepura Kota Jayapura.

Peristiwa ini, menambah panjang daftar jumlah penembakan warga sipil di Papua, setidaknya pasca terjadinya penembakan terhadap karyawan PT Freeport Indonesia, tercatat ada 12 kali peristiwa penembakan sejak 10 Oktober 2011. Disisi yang lain, rangkaian ini semakin membuktikan rendahnya kualitas perlindungan terhadap warga sipil di Papua. Tidak berhenti disitu, kasus ini juga berpotensi menjadi kasus yang penanganan hukumnya misterius, sebagaimana ditunjukan oleh Polri sejauh ini, kita tidak pernah tahu pelakunya bahkan hasil proses hukumnya pun, kita tidak pernah tahu. Praktis tidak pernah dilakukan gelar perkara ataupun transparansi publik, sehingga impunitas (kejahatan tanpa hukuman) terhadap pelaku dan keberulangan peristiwa yang mengorbankan warga Papua akan terus terjadi. Yang dapat bermuara pada adanya slow mition genosida.

Sementara itu, pada waktu yang sama di Sentani Kabupaten Jayapura, tepatnya di makam Theys Hiyo Eluay, terjadi penangkapan terhadap 13 orang warga Papua, hal ini terjadi akibat pengibaran bendera Bintang Kejora. Penangkapan ini semakin membuktikan kebijakan dan tindakan Pemerintah terhadap warga Papua mash dengan model keamanan dan kriminalisasi.

Berangkat dari kedua peristiwa tersebut, dapat kita simpulkan bahwa pemerintah tetap mempertahankan dualisme kebijakan. Pertama, satu sisi membangun kebijakan pembangunan (lewat UP4B), modus ini dihembuskan kuat di Jakarta. Sementara, kedua, pendekatan sekuritisasi dan pembiaran kekerasan tanpa akuntabilitas yang terang. Bagi kami, kedua kebijakan yang tidak singkron ini praktis tidak ada titik temunya, justru sebaliknya lambat laun, makin menunjukan wajah ketidak sinkronan pemerintah di Jakarta dengan yang di Papua, yang dilevel pemerintahan dengan yang di sector keamanan.

Kami juga melihat bahwa dalam satu setengah tahun terakhir, telah terjadi perluasan peta kekerasan, tidak hanya di daerah terpencil tapi juga sudah merambah ke perkotaan, seperti; Abepura dan Jayapura. Hal ini membuktikan bahwa nyaris tidak ada lagi tempat yang aman di Papua, karena sewaktu-waktu siapapun bisa menjadi korban tanpa ada jaminan perlindungan yang nyata dari negara.

Untuk itu, kami bermaksud menyampaikan masukan dan harapan terhadap pemerintah, khususnya aparat keamanan yang bertugas di Papua, untuk melakukan hal-hal sebagai berikut;

1. Segera lakukan proses hukum yang akuntabel dan transparan untuk menemukan pelaku penembakan terhadap Terjoli Weya (23). Peristiwa ini merupakan ujian kesekian bagi Polri, mengingat wajah Polri di Papua masih didominasi oleh operasi keamanan, namun mimin dalam hal prestasi penegakan hukum, khususnya membongkar beragam kasus penembakan misterius di Papua.

2. Polri harus memastikan terpenuhinya hak-hak hukum dari ke 13 orang yang ditangkap tersebut, yakni hak untuk mendapatkan bantuan hukum dan perlakuan manusiawi di depan hukum. Polri juga harus memberi akses yang baik bagi keluarga atau kerabat atas setiap proses hukum yang dijalankan.
3.
Polri harus terbuka terhadap masukan dan keberatan dari masyarakat sipil dan membuka akses yang seluas-luasnya terhadap institusi seperti Komnas HAM dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), untuk memastikan proses hukum berjalan normal dan tidak ada penyimpangan.
4. Pemerintah harus segera meninjau ulang model pendekatan untuk menyelesaikan persoalan di Papua. Setidaknya, jika belum mampu menghadirkan solusi damai untuk Papua, hendaknya segala bentuk kekerasan, ancaman moncong senjata, penerapan pasal makar secara eksesif dan tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia harus dihentikan.

Jakarta, 3 Mei 2012

KontraS, Solidaritas Nasional Papua, Foker LSM Papua

Lampiran: Kronologi penangkapan dan penembakan warga sipil [unduh]