Mendesak Indonesia dan Kim Yong Nam Membahas Penuntasan Pelanggaran HAM yang Berat di Korea Utara

Mendesak Indonesia bersama Kim Yong Nam Membahas Penuntasan Pelanggaran HAM yang Berat di Korea Utara

KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mendesak pemerintah Indonesia untuk mengambil peran penting dalam serangkaian pelanggaran HAM yang massif terjadi di Korea Utara. Hal itu penting disampaikan mengingat dalam waktu dekat perwakilan pemerintah Korea Utara akan datang dan bertemu langsung dengan Presiden RI, Soesilo Bambang Yudhoyono pada 13-15 Mei 2012. Pertemuan tersebut akan dihadiri oleh pemimpin kedua tertinggi di Korea Utara, Kim Yong-Nam dengan Presiden SBY terkait fokus konsentrasinya pada program nuklir dan peluncuran roket yang gagal baru-baru ini. Dalam rangkaiannya di Jakarta Kim Yong Nam juga akan bertemu dengan Ketua DPR Marzuki Alie.

KontraS khawatir pertemuan diatas akan sangat pragmatis, mengingat agenda pertemuan tidak menyentuh persolan mendasar dan riil bagi kepentingan umat manusia, terutama yang di Korut, yaitu serangkaian pelanggaran HAM yang masif terhadap rakyat Korut. Sebagai bagian dari subyek internasional, KontraS menilai pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk ikut serta menjaga perdamaian dunia seperti terurai dalam Konstitusi RI. Untuk itu Indonesia harus berperan aktif dalam menginisiasi, menciptakan serta mewujudkan langkah-langkah progresif diantara negara-negara lain dalam rangka mencapai satu perdamaian dunia, salah satunya adalah perdamaian bagi masyarakat atau rakyat di Korea Utara. Hal ini tentunya sejalan dengan peran aktif yang selama ini telah diambil oleh pemerintah Indonesia dalam beberapa posisi penting seperti sebagai anggota non permanen Dewan Keamanan PBB, anggota Dewan HAM serta beberapa posisi penting lainnya di tingkat internasional.

KontraS mencatat banyaknya pelanggaran HAM berat telah dilakukan oleh pemerintah Korea Utara. Merujuk pada pelapor khusus PBB untuk Korea Utara, Bpk Marzuki Darusman bahwa terdapat sejumlah pelanggaran HAM yang berat di Korea Utara. Pertama, kondisi kebebasan berekpresi di Korea Utara sangat memprihatinkan terkait pembatasan terhadap media, penghukuman terhadap asosiasi dan ekspresi yang dianggap memusuhi Pemerintah. Tidak ada partai oposisi yang dikenal independen politik atau LSM di Korea Utara serta jaringan internet internasional hanya dapat diakses oleh minoritas kecil, beberapa pejabat tinggi dan diplomat asing.

Kedua, yang cukup serius, adalah pusat-pusat tahanan. Tercatat diperkirakan 154.000 tahanan politik di enam kamp besar di Korea Utara. Para tahanan politik ini dikirim ke kamp-kamp tanpa pengadilan dan dihukum penjara seumur hidup, meski konstitusi baru Korea Utara menyerukan menghormati hak asasi manusia. Tahanan dipaksa untuk bekerja keras selama lebih dari 10 jam sehari, diberi makan dengan pola makan yang buruk dan tidak menerima bantuan medis. Mereka juga dilarang berkomunikasi dengan keluarga mereka selama di penjara. Selain itu, mereka juga mengalami tindakan penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan atau narapidana yang dihukum jika dicurigai berbohong atau tidak bekerja dengan cepat. Bentuk hukuman termasuk pemukulan, dipaksa latihan, duduk tanpa bergerak untuk jangka waktu yang lama dan penghinaan. Kondisi tersebut membuat banyak tahanan jatuh sakit dan mati di dalam tahanan ataupun segera setelah bebas dari tahanan.

Ketiga adalah kondisi kelaparan di Korea Utara yang semakin buruk dan dikhawatirkan bisa menjadi krisis besar tahun depan. Kelaparan yang sudah berlangsung sejak akhir 1990-an itu diperkirakan telah menewaskan sekitar 2 juta orang. Banyak anak-anak Korea Utara dibawah bayang-bayang ancaman kelaparan dan kekurangan gizi. Lebih 60% anak-anak di Korea Utara mengalami ancaman tersebut (data dirilis oleh World Food Program (WFP) setelah hampir lima bulan melakukan survey dan pemantauan di seluruh Korea Utara). Saat ini Korea Utara bergantung pada bantuan pangan internasional.

Maka sangat tidak logis dan tidak humanis jika membangun dialog apalagi kerjasama antara kedua negara ini, Indonesia dan Korea Utara, untuk soal nuklir dan peluncuran roket sementara ada jutaan orang menderita dengan kondisi yang buruk. KontraS sebagai bagian dari masyarakat sipil yang memiliki fokus pada isu HAM di tingkat nasional dan internasional mendesak pemerintah Indonesia dalam pertemuannya dengan Kim Yong-Nam (pemimpin kedua Korea Utara) untuk:

  1. Memfasilitasi adanya dialog konstruktif dengan pemerintah Korea Utara terkait catatan pelanggaran HAM yang terjadi di Korea Utara sebagai bagian dari mandat Indonesia yang terurai dalam Konstitusi RI.
  2. Meminta Pemerintah Korea Utara untuk membuka ruang bagi KontraS sebagai salah satu perwakilan masyarakat sipil di Indonesia untuk bertemu langsung dengan masyarakat sipil di Korea Utara.
  3. Meminta Pemerintah Korea Utara untuk segera mengundang Pelapor Khusus PBB untuk pelanggaran HAM di Korea Utara Sdr. Marzuki Darusman ke Korea Utara.

Jakarta, 13 Mei 2012
Badan pekerja KontraS

Haris Azhar, Koordinator

 

*KontraS adalah anggota dari Koalisi International for North Korea (International Coalition for North Korea/ICNK), yang berbasis di Tokyo, Jepang.