Kontras: Polisi Lemah Hadapi Vigilante

Metrotvnews.com, Jakarta: Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) memberi catatan tentang kinerja kepolisian dalam setahun terakhir. Hal ini sebagai kado ulang tahun Polri yang memasuki usia ke-66 pada 1 Juli 2012.

Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan, salah satu yang disorot adalah lemahnya polisi saat berhadapan dengan kelompok vigilante atau sipil terorganisasi yang ditujukan untuk mengurangi, membatasi, atau meniadakan hak-hal warga sipil lain. Dalam hal ini, organisasi massa.

Menurut Haris, polisi cenderung lembek dan tak profesional saat harus berhadapan dengan ormas berkedok agama atau ormas yang bertindak layaknya preman. Padahal, polisi menjadi harapan untuk menjamin keamanan masyarakat.

â??Polisi tak mandiri dan bahkan menjalin relasi dengan kelompok-kelompok itu, ada relasi ekonomi, ada juga relasi politis,â? kata Haris dalam konferensi pers Evaluasi Kontras terhadap Polri dalam menyambut hari Bhayangkara ke-66 di kantor Kontras, Jakarta, Jumat (29/6).

Sikap polisi itu dinilai membuat ormas tumbuh subur di negeri ini. Mereka kerap bertindak dengan cara yang berujung kekerasan.
Sayangnya, mereka terkesan dibiarkan berkembang dan melakukan banyak hal yang meresahkan masyarakat.

Kepala Biro Penelitian Kontras Papang Hidayat menambahkan, ketidakmandirian polisi disebabkan karena arahan presiden dalam konteks reformasi keamanan. Terjadi kontrol eksekutif berlebihan yang bersifat subjektif, bukan objektif.

Itu terbukti dari bergitu kuat dan arogannya polisi saat berhadapan dengan masyarakat kelas bawah. Mereka bisa mengintimidasi dan menyiksa. Namun, saat berhadapan dengan kelompok berdaya modal tinggi, jabatan atau institusi tertentu, polisi langsung lemah.

â??Polisi saat ini ada di bawah tekanan pemilik modal dan kelompok mayoritas. Polisi hanya berdaya saat berhadapan dengan kelompok minoritas akses, ekonomi dan ideologi,â? kata Papang.

Menurut Papang, reformasi di tubuh Polri butuh waktu panjang dan komitmen kuat. Juga didukung lewat komitmen politik presiden, pemerintah dan DPR, untuk tidak mempolitisasi kepolisian demi keuntungan praktis semata.

â??Jika Polri secara institusional membiarkan dirinya di bawah kontrol kepentingan subjektif eksekutif dan legislatif, maka Polri akan menjadi bagian dari ancaman demokrasi di Indonesia,â? tandas Papang

Catatan Kontras berdasarkan pengaduan masyarakat sepanjang 2011-2012, tercatat 14 kasus penyiksaan, 11 kasus penggunaan kekuatan hukum yang berlebihan, 7 kasus pembubaran acara secara damai, 20 kasus penangkapan dan penahanan yang sewenang-wenang, dan 8 kasus pembiaran tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh kelompok vigilante terhadap minoritas.

Karena itu, Kontras mendesak Kapolri memastikan kemandirian dan independensi dengan melaksanakan fungsi berdasarkan konstitusi dan nilai Hak Asasi Manusia. Kemudian menerapkan komitmen dalam kebijakan implementatif di lapangan.

Selain itu, diharapkan ada pengawasan berkala seluruh lapisan Polri. Tujuannya memastikan penegakan hukum berefek jera bagi anggota yang melanggar. Kemudian mengevaluasi persoalan yang menempatkan Polri menjadi bagian dari persoalan tersebut, seperti konflik agraria, kebebasan beragama dan beribadah, serta pengamanan di wilayah rawan konfli, seperti Papua dan Aceh.

Kontras juga mendesak evaluasi terhadap Detasemen Khusus 88 Antiteror. Dalam tugasnya, mereka diharapkan bisa memenuhi hak asasi para tersangka. Terakhir, Kontras meminta ruang kontrol pengawasan internal terkait pelanggaran HAM diintensifkan.(IKA)