Pelanggaran HAM Masih Warnai Kinerja Polri

JAKARTA (Suara Karya): Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) membuka catatan buruk tentang kinerja Polri, di mana pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masih mewarnai kinerja kepolisian.

"Kontras mencatat sejak tahun 2011 hingga pertengahan tahun 2012 ada kasus dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Polri. Ini kado Kontras untuk HUT Bhayangkara Polri ke-66. Kami berharap ini bisa menjadi kritik dan masukan kepada Polri untuk reformasi secara internal," kata Koordinator Kontras, Haris Azhar dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Jumat.

Catatan pengaduan yang diterima Kontras dari masyarakat terkait kinerja Polri, antara lain, praktik penyiksaan sebanyak 14 kasus, penggunaan kekuatan senjata api secara berlebihan sebanyak 11 kasus, pembubaran paksa terhadap kegiatan damai sebanyak 7 kasus, penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang sebanyak 20 kasus, dan pembiaran tindak kekerasan dari kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas sebanyak 8 kasus.

Selain memberikan catatan pengaduan yang diperoleh dari masyarakat, Kontras juga menunjukkan data sejumlah kasus kekerasan oleh polisi melalui monitoring media sejak 2011 hingga 2012.

Data kekerasan polisi berdasarkan jenis tindakan, yakni penembakan sebanyak 39 tindakan, penyiksaan sebanyak 31 tindakan, penganiayaan sebanyak 80 tindakan, penangkapan 24 tindakan, intimidasi 30 tindakan, pemerasan dua tindakan, bentrokan 8 tindakan, pembiaran 10 tindakan, penjebakan satu tindakan, pengrusakan dua tindakan, pembubaran satu tindakan.

Menurut Haris, dalam setahun terakhir ini tindakan yang mengemuka dari kepolisian adalah sikap represif polisi dalam menyikap aksi BBM dan konflik-konflik agraria, seperti kasus Mesuji dan beberapa kasus antara warga dan perusahaan pemilik perkebunan. Polisi cenderung melakukan kekerasan pada warga dan lebih memilih kepentingan perusahaan, katanya.

"Praktik-praktik kekerasan ini sesungguhnya bisa dihindari apabila personel polisi di lapangan juga tetap tunduk dan patuh pada ketentuan internal Polri yang mengikat mereka. Fakta ini menunjukkan bentuk ketidakmandirian Polri yang kerap menjadi alat bagi eksekutif untuk mengakomodir kepentingan subjektifnya," kata Haris.

Temuan itu, kata dia, juga menunjukkan ada jarak yang lebar antara kebijakan internal Polri dengan kemampuan yang dimiliki oleh personel lapangannya.

Oleh karena itu, tambah dia, Kontras mendesak Kapolri agar memastikan kemandirian dan indepedensi Polri dengan melaksanakan fungsi kepolisian berdasarkan konstitusi dan norma HAM, mengaplikasikan komitmen Polri dalam kebijakan implementatif di lapangan, memperbaiki mekanisme akuntabilitas internal dengan pengawasan berkala dan melakukan evaluasi komprehensif terkait kinerja Polri. (Ant/Lerman S)