KontraS: Polri Dinilai Belum Siap Reformasi Diri

JAKARTA – Sejumlah insiden dan praktik kekerasan yang melibatkan insitusi Polri dianggap sebagai persoalan sangat serius, mengingat Polri tak hanya lembaga penegak hukum tetapi juga pengayom masyarakat.

Berdasarkan catatan pengaduan kasus oleh masyarakat dan laporan media massa, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dalam catatannya melaporkan setidaknya ada empat tindakan yang mendapat perhatian serius, yaitu penganiyaan (80 kasus), penembakan (39 kasus), penangkapan (24 kasus), dan intimidasi (30 kasus). Laporan tersebut disampaikan dalam rangka HUT Bhayangkara ke-66, 1 Juli 2012.

â??Dalam setahun terakhir tindakan kekerasan yang mengemuka dari kepolisian adalah sikap represif Polri dalam aksi penolakan kenaikan BBM serta konflik-konflik agraria. Sementara Polri tampak jelas minim memberikan perlindungan dalam urusan kebebasan beribadah, juga minimnya tindakan penegakan hukum serta keamanan di wilayah Papua dan Aceh,â? ungkap Kepala Biro Peneliti KontraS, Papang S. Hidayat, Sabtu.

Di sisi lain, temuan-temuan di lapangan serta pengaduan dari masyarakat juga memperlihatkan ada jarak yang lebar antara kebijakan internal Polri dengan kemampuan yang dimiliki personel lapangannya.

KontraS menilai, kebijakan yang progresif tanpa dukungan kemampuan personel yang memadai hanya akan menggagalkan upaya reformasi Polri.

â??Kita bisa saja merujuk pada keberadaan sejumlah Peraturan Kapolri (Perkap HAM No. 8 Tahun 2009) yang progresif, namun kebijakan tersebut tidak didukung dengan perilaku individual para personel, minimnya keterampilan penggunaan senjata api dan melakukan investigasi modern, kesediaan anggaran investasi, menguatnya praktik impunitas untuk Polri, hingga ketiadaan aturan hukum yang mampu mengkriminalisasikan pelaku penyiksaan,â? jelas Papang lebih lanjut.

Hal lain yang dicermati KontraS adalah perubahan arah kebijakan arah untuk sektor keamanan, yaitu UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, dan UU tentang Penanganan Konflik Sosial yang memberikan keleluasaan bagi BIN dan TNI melakukan penindakan hukum yang nyaris menyerupai mandat Polri.

Namun demikian, terpilihnya enam anggota baru Kompolnas yang diikuti dengan sejumlah mandat yang progresif (klarifikasi, monitoring, mengikuti gelar sidang perkara, dan lain-lain) seharusnya bisa menjadi sarana untuk mendukung agenda reformasi Polri.

â??Reformasi dalam tubuh Polri tentu membutuhkan waktu yang panjang dan komitmen yang kuat dari Kapolri dan institusi Polri sendiri. Ini juga mesti didukung oleh komitmen politik Presiden dan DPR, agar jangan mempolitisir institusi Polri demi kepentingan praktis semata-mata. Jika dibiarkan maka Polri bisa menjadi ancaman bagi demokrasi di Indonesia,â? tambah Koordinator KontraS, Haris Azhar.

.