“Menyikapi Kunjungan Kanselir Jerman Anggela Merkel dan Pembelian Tank Leopard dari Jerman”

“Menyikapi Kunjungan Kanselir Jerman Anggela Merkel dan Pembelian Tank Leopard dari Jerman”

Kanselir Jerman Anggela Markel berkunjung ke Indonesia pada 10 Juli 2012 dalam upaya membangun  kerjasama antara Jerman-Indonesia, termasuk di bidang pertahanan. Di waktu yang sama pemerintah Indonesia berencana membeli 100 unit Main Battle Tank (MBT) Leopard dari Jerman.

Koalisi menilai bahwa pembelian tank Leopard adalah langkah keliru dan tidak tepat. Pembelian itu jelas-jelas tidak sesuai dengan kebijakan pembangunan postur pertahanan negara. Dalam buku postur pertahanan tahun 2007, pembelian MBT tidak termasuk dalam kebijakan pembangunan postur pertahanan. Padahal, kebijakan dan buku postur pertahan negara yang dibuat tersebut adalah bentuk perencanaan kementerian pertahanan hingga 2029. Sikap inkonsisten pemerintah ini menunjukkan carut marutnya pengadaan alutsista di Indonesia.

Di tengah terbatasnya anggaran negara dan fakta krisis ekonomi global seharusnya pemerintah dan parlemen memiliki perencanaan yang jelas dan diikuti dengan skala prioritas dalam pengadaan alutsista. Apalagi kondisi kesejahteraan prajurit TNI yang saat ini dalam kondisi memprihatinkan seharusnya menjadi pertimbangan serius dan hati-hati bagi pemerintah dalam memodernisasi pertahanan. Penguatan alat utama sistem persenjataan memang menjadi kebutuhan namun sudah sepantasnya pengadaan armada tempur haruslah kelanjutan dari kebijakan dan doktrin pertahanan negara. Sehingga pembelian alutsista benar-benar didasarkan atas kebutuhan obyektif pertahanan Indonesia dan bukan didasarkan atas kebutuhan politis apalagi jika ditujukkan untuk mencari keuntungan segelintir kelompok dan elit di pemerintahan. Apalagi transparansi dan akuntabilitas di sektor pertahanan masih belum baik dan masih patut dipertanyakan.

Ruang gerak MBT Leopard dengan berat lebih dari 60 ton tentu akan menghadapi kendala operasional dan mobilisasi dalam penggunaannya mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan dan tropis, meski bukan tidak mungkin MBT bisa digunakan di Indonesia. Kondisi infrastruktur penunjang MBT Leopard juga belum memadai di Indonesia. Jika tank ini diletakkan di perbatasan persoalannya adalah infrastruktur di daerah itu selama ini tidak dibangun untuk menopang kekuatan pertahanan Indonesia.

Lebih jauh, keinginan untuk menempatkan MBT Leopard di wilayah perbatasan dan salah satunya di Papua, dikhawatirkan akan menjadi alat untuk menekan rakyat Papua dengan cara-cara represif. Apalagi kondisi Papua saat ini sedang bergejolak sehingga bahaya sekali jika pembelian tank Leopad ini digunakan untuk menghadapi rakyat Papua karena akan berpotensi pada pelanggaran HAM.

Penguatan matra darat memang tetap harus dilakukan. Namun, pemerintah harus mencermati kondisi geografis, infrastruktur, kebijakan, strategi dan doktrin pertahanan Indonesia. Akan lebih baik jika pemerintah menambah kekuatan TNI AD dengan jenis medium dan light tank atau membeli helikopter. Selain itu, kalau alasannya untuk membangun deterrent effect maka seharusnya modernisasi alutsista lebih ditekankan kepada pembangunan kekuatan laut dan udara.

Kerjasama antara Jerman dan Indonesia dalam bidang pertahanan harusnya disesuaikan dengan kebutuhan objektif pertahanan Indonesia, serta perlu memperhatikan aspek HAM yang sampai saat ini belum menujukkan tanda positif seperti belum tuntasnya penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu.

Koalisi mendesak kepada Kanselir Jerman Anggela Merkel untuk meninjau kembali rencana penjualan 100 MBT Leopard ke Indonesia. Di lain pihak, pemerintah dituntut untuk mendengarkan aspirasi publik yang menolak pembelian MBT Leopard tersebut. Sementara itu, DPR selaku reprersentasi rakyat diharapkan untuk tetap konsisiten menolak rencana pembelian 100 MBT Leopard.

Jakarta, 09 Juli 2012

 

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan
(IMPARSIAL, Kontras, Elsam, LBH Jakarta, HRWG, IDSPS, Lespersi, Ridep Institute)