Komjak Pertanyakan Penanganan Kasus HAM ke Kejagung

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Komisi Kejaksaan, Halius Hosen mengatakan pihaknya akan segera merapatkan laporan dari Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) atas mandeknya penanganan sejumlah kasus pelanggaran HAM berat.

Sejumlah kasus yang menurut Kontras penanganannya terhenti adalah peristiwa Semanggi 1 pada 1998 dan Semanggi 2 pada 1999 yang berkasnya telah diserahkan ke Kejaksaan Agung pada 2002, Peristiwa Mei 1998, Penghilangan Orang Secara Paksa pada 1997-1998, Peristiwa Talangsari, 1989 hingga peristiwa Wasior-Wamena pada 2001 mandek di tangan Kejaksaan Agung.

"Kita akan merapatkan laporan ini, dan jika memungkinkan kita akan temui pihak Kejaksaan Agung untuk memperjelas kasusnya," ujar Halius di Kantor Komjak, Jakarta Selatan, Senin (23/07/2012).

Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa kewenangan Komjak adalah pada kesesuaian tindakan Kejaksaan dengan prosedur yang berlaku. Sementara untuk substansi kasusnya, Halius mengatakan hal tersebut bukan kewenangan Komjak.

Seperti yang diberitakan Tribun, Yati Andriani, Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras, mengaku telah mendapatkan tidak memuaskan dari Kejaksaan Agung, yakni tidaka danya pengadilan HAN ad hoc membuat Kejaksaan tidak mungkin menyidik kasus pelanggaran HAM.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia nomor 18/PUU-V/2007, atas permohonan uji materiil terhadap pasal dan penjelasan pasal 43 ayat (2), Undang-undang nomor 26 tahun 2006 tentang pengadilan HAM, membuat Jaksa Agung dapat melakukan penyelidikan tanpa pengadilan HAM ad hoc. Selain itu kasus Tanjung Priok pada 1984 dan kasus Timor-Timor sukses ditangani Kejaksaan.

"Mengenai hal tersebut tentunya kita akan pelajari dulu, dan kita pelajari bagai mana prosedurnya, apakah sudah sesuai atau belum," tambahnya.

Halius juga berjanji, bila ia menerima tanggapan dari pihak Kejaksaan Agung mengenai mandeknya kasus-kasus tersebut, Komjak akan segera memberitahukan Kontras.