Kontras Desak Kejagung Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM Berat

Jakarta Penanganan kasus pelanggaran HAM berat terbentur berbagai kendala. Kontras meminta Komisi Kejaksaan agar mendorong Kejaksaan Agung segera menuntaskan kasus tersebut.

Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras, Yati Andriani, mengatakan kendala-kendala tersebut yakni kendala politik maupun kendala hukum.

"Kendala politik, seperti di level pemerintah tidak ada respon positif. Kedua, kendala hukum seperti penanganan HAM berat di Kejaksaan Agung, kami menemukan ketidakjelasan prosedur," kata Yati saat audiensi dengan Ketua Komisi Kejaksaan, Halius Hosen, di gedung Komisi Kejaksaan RI, Jl. Rambai No. 1A, Kebayoran Baru, jakarta selatan, Senin (23/7/2012).

Menurut Yati, ketidakjelasan prosedur penanganan pelanggaran HAM berat terlihat pada penanganan kasus Trisakti, peristiwa Mei 1998, peristiwa Talang Sari tahun 1989, penghilangan orang secara paksa periode 1997/1998 dan peristiwa Wasior-Wamena tahun 2001 dan 2003.

"Ada ketidakjelasan prosedur penanganan HAM di Kejaksaan Agung, tidak jelas koordinasi, informasi dan komunikasi," ungkapnya.

Yati menjelaskan permasalahan yang terjadi di Kejaksaan Agung karena minimnya komunikasi yang memadai mengenai penanganan kasus HAM berat dan tidak adanya tanggapan dari Jaksa Agung terhadap surat permohonan Kontras mengenai pembahasan penanganan pelanggaran HAM berat.

Yati berharap kasus pelanggaran HAM berat dapat ditindaklanjuti kembali oleh Kejaksaan Agung melalui Komisi Kejaksaan Agung sebagai badan pengawas dan pemantau kinerja Kejaksaan Agung.

"Kami berharap Komisi Kejaksaan dapat membuktikan hasil dari pengawasan kinerja dari Kejaksaan Agung," tuturnya.

Kontras Desak Kejagung Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM Berat

Jakarta Penanganan kasus pelanggaran HAM berat terbentur berbagai kendala. Kontras meminta Komisi Kejaksaan agar mendorong Kejaksaan Agung segera menuntaskan kasus tersebut.

Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras, Yati Andriani, mengatakan kendala-kendala tersebut yakni kendala politik maupun kendala hukum.

"Kendala politik, seperti di level pemerintah tidak ada respon positif. Kedua, kendala hukum seperti penanganan HAM berat di Kejaksaan Agung, kami menemukan ketidakjelasan prosedur," kata Yati saat audiensi dengan Ketua Komisi Kejaksaan, Halius Hosen, di gedung Komisi Kejaksaan RI, Jl. Rambai No. 1A, Kebayoran Baru, jakarta selatan, Senin (23/7/2012).

Menurut Yati, ketidakjelasan prosedur penanganan pelanggaran HAM berat terlihat pada penanganan kasus Trisakti, peristiwa Mei 1998, peristiwa Talang Sari tahun 1989, penghilangan orang secara paksa periode 1997/1998 dan peristiwa Wasior-Wamena tahun 2001 dan 2003.

"Ada ketidakjelasan prosedur penanganan HAM di Kejaksaan Agung, tidak jelas koordinasi, informasi dan komunikasi," ungkapnya.

Yati menjelaskan permasalahan yang terjadi di Kejaksaan Agung karena minimnya komunikasi yang memadai mengenai penanganan kasus HAM berat dan tidak adanya tanggapan dari Jaksa Agung terhadap surat permohonan Kontras mengenai pembahasan penanganan pelanggaran HAM berat.

Yati berharap kasus pelanggaran HAM berat dapat ditindaklanjuti kembali oleh Kejaksaan Agung melalui Komisi Kejaksaan Agung sebagai badan pengawas dan pemantau kinerja Kejaksaan Agung.

"Kami berharap Komisi Kejaksaan dapat membuktikan hasil dari pengawasan kinerja dari Kejaksaan Agung," tuturnya.