Laporan Penyelidikan Komnas HAM atas Peristiwa 1965, Momentum Baru Koreksi Terhadap Orde Baru

Laporan Penyelidikan Komnas HAM atas Peristiwa 1965,Momentum Baru Koreksi Terhadap Orde Baru

Laporan hasil Penyelidikan pro justisia oleh Komnas HAM atas rangkaian massal kekerasan pada masa awal berkuasanya pemerintahan Orde Baru dibawah Soeharto, 1965-1967 hingga tahun 1970an telah membuka momentum baru bagi upaya mendorong pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM di masa lalu, dan karenanya patut memperoleh apresiasi dan dukungan publik. Dalam laporannya, Komnas HAM menyatakan telah ditemukan adanya indikasi atas dugaan pelanggaran HAM yang berat, berupa pembunuhan, penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, kerja paksa, pemerkosaan, pemenjaraan tanpa proses hukum dan berbagai tindakan lainnya.

Kami menganggap bahwa laporan penyelidikan KOMNAS HAM ini telah membukakan pintu bagi berbagai tindakan Negara untuk melakukan pengungkapan kebenaran, memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi korban serta membawa perubahan dalam pelurusan sejarah melalui pengakuan atas berbagai praktek kekerasan dimasa lalu, terutama dimasa rezim politik Orde Baru. Langkah kenegaraan ini penting, mengingat kondisi korban yang makin memprihatinkan, akibat tua, sakit dan miskin. Berdasarkan laporan pemantauan dari daerah dalam beberapa bulan terakhir, setidak-tidaknya ada 4 orang korban peristiwa yang meninggal setiap bulannya. Sampai saat ini, korban dari berbagai peristiwa yang berbeda secara umum masih terus mengalami diskriminasi hukum maupun stigma sosial. Hal ini menunjukan bahwa sampai detik-detik akhir dikeluarkannya laporan ini, para korban masih terus mengalami dampak yang berlanjut akibat peristiwa yang terjadi di masa lalu tersebut.

Lebih jauh, hasil Komnas HAM ini dan tindak lanjut yang tepat dengan memperhatikan faktor korban akan berkontribusi untuk meniadakan pembohongan publik yang luar biasa, diantaranya melalui ruang pendidikan, kepada masyarakat Indonesia secara umum.

Hasil kerja penyelidikan selama 4 tahun ini, sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, harus ditindak lanjuti oleh Kejaksaan Agung ke tingkat Penyidikan. Rekomendasi lainnya yang dibuat oleh Komnas HAM adalah mekanisme non yudisial seperti Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Hal ini selaras dengan putusan MK atas pengujian UU KKR, dimana MK memandatkan pemerintah untuk mengambil kebijakan dalam penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu. Kedua rekomendasi diatas harus dibaca sebagai dua hal yang saling melengkapi (complimentary), dimana Kejaksaan Agung menindak lanjuti temuan fakta dari Komnas HAM, menyelesaikan penyelidikan dan penuntutan atas kasus-kasus yang memiliki kelengkapan bukti yang cukup dan melakukan penuntutan hukum atas pelakunya.

Sedang rekomendasi kedua adalah tugas Presiden dan/atau DPR untuk segera merumuskan sebuah kebijakan non yudisial. Kebijakan non yudisial bisa dititik tekankan untuk peristiwa-peristiwa kekejaman yang memang terjadi namun secara prosedur hukum akan sulit melakukan pemeriksaan terkait dengan kelengkapan bukti, baik karena pelaku sebagian sudah meninggal dunia atau karena bukti-bukti fisik untuk melengkapi proses penuntutan sulit dipenuhi secara utuh. Pada peristiwa-peristiwa ini, pemenuhan hak korban untuk mengetahui mengapa mereka menjadi korban, dan pengakuan atas keberadaan mereka sebagai korban haruslah menjadi fokus utama, sehingga dapat kemudian mengambil langkah-langkah pemulihan berupa pemberian jaminan rehabilitasi sosial, kesehatan, maupun pengembalian hak milik yang dirampas secara paksa dimasa lalu.

Sekali lagi, kami merekomendasikan:

1. Presiden bersama DPR segera mengeluarkan Keppres pembentukan Pengadilan Adhoc sehingga Kejaksaan Agung tanpa penundaan dapat melakukan penyidikan atas laporan penyelidikan awal KOMNAS HAM
2. Jaksa Agung harus segera menindaklanjuti hasil penyelidikan dengan langkag-langkah penyidikan yang patut, baik memanggil para saksi, maupun tersangka yang masih hidup
3. DPR melakukan pengawasan yang efektif kepada Jaksa Agung dan Pemerintah untuk memastikan dijalankannya rekomendasi dari laporan Komnas HAM
4. Presiden, berdasarkan temuan dalam laporan ini, segera mengambil langkah-langkah yang perlu untuk menyusun kebijakan pemulihan bagi korban yang bersifat segera, baik terkait dengan reparasi, rehabilitasi dan penghentian diskriminasi terhadap korban
5. Komnas HAM untuk menyerahkan juga laporan tersebut secara langsung kepada Presiden dan DPR, mengingat sifat dan karakter khusus dari perisitiwa yang dicakup dalam penyelidikan 1965-1967.
6. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memaksimalkan dukungan pemulihan korban dengan mengacu pada Laporan hasil penyelidikan Komnas HAM.

Salam hormat.

Jakarta, 25 Juli 2012

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
Asia Justice and Rights (AJAR)
Lembaga Studi and Advokasi HAM Masyarakat (Elsam)
Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI)
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta)
Korban dan Keluarga Korban Peristiwa 1965-1966