Mantan Gerwani Lega Ada Titik Terang Peristiwa 1965

Lestari, nenek berumur 82 tahun, sempat ditahan tanpa diadili selama 11 tahun empat bulan di Penjara Malang, Jawa Timur karena menjadi anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).

Perempuan yang pernah menjadi pimpinan Gerwani tingkat Kabupaten Bojonegoro, mengatakan hasil laporan Komnas HAM berhasil membuatnya merasa lega.

Pasalnya, akhirnya ada angin segar dan titik terang untuk penyelesaian kasus yang telah terlantar selama lebih dari 40 tahun lamanya.

"Keputusan ini membawa perasaan adem ayem. Untuk itu saya berdoa agar perjuangan kami bisa berhasil dan semua berjalan dengan baik. Semoga kami bisa kembali tertawa bersama keluarga dan teman-teman yang telah tersiksa hidupnya selama ini," ujarnya di kantor Kontras, Jakarta, Rabu (25/7).

Setelah melakukan penyelidikan selama hampir empat tahun terhadap peristiwa 1965, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akhirnya menyimpulkan benar terdapat bukti permulaan yang cukup akan terjadinya pelanggaran HAM yang berat khususnya kejahatan terhadap kemanusiaan.

Untuk itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak pemerintah agar tindak lanjut atas kasus ini harus segera diambil, karena usia para korban yang sudah berada di atas angka harapan hidup Indonesia (di atas 67 tahun).

"Saat ini, rata-rata korban yang ada telah berusia di atas 75 tahun dan setiap bulannya dalam dua tahun terakhir ada lima hingga enam orang yang meninggal," ujar Haris Azhar, koordinator Kontras.

Selain itu, diharapkan penyelidikan dapat dimulai tanpa menunggu dibentuknya Pengadilan Ad-Hoc.

"Masih banyak perlakuan diskriminatif terhadap korban-korban ini sehingga tindak lanjut harus segera dilakukan. Hasil Komnas HAM tidak perlu menunggu hingga adanya proses pengadilan (Ad-Hoc)," tutur Haris kembali.

Momen masuknya laporan penyelidikan ini sebagai dokumen negara juga dianggap Haris sebagai kejadian bersejarah yang akan berpengaruh besar di masa depan.

"Ini menjadi pertama kalinya peristiwa (pelanggaran HAM massal pada 1965-1967 lalu) masuk sebagai dokumen negara. Suatu hari ketika Indonesia telah masuk pada rezim pemerintahan yang demokratis, dokumen ini pasti akan dibuka lagi (untuk diusut lebih lanjut," ujar Haris.