Marzuki: Tak salah pemerintah minta maaf soal kasus ’65

Ketua DPR Marzuki Alie mendorong adanya rekonsiliasi untuk menyelesaikan kasus dugaan pelanggaran HAM berat pada periode 1965-1966. Jika pemerintah harus minta maaf atas kejadian itu, maka tidak ada salahnya itu dilakukan.

"Yang jelas kalau HAM kan kita sudah lebih baiklah, sebaiknya kan ada rekonsiliasi, ya kalau memang ada kewajiban pemerintah untuk meminta maaf dengan dasar yang jelas dan terukur, tidak ada salahnya pemerintah minta maaf. Tapi harus jelas dulu," ujar Marzuki di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (25/7).

Marzuki tidak mau berkomentar banyak soal kasus yang sudah dinyatakan Komnas HAM terdapat unsur pelanggaran HAM berat ini. "Saya juga enggak pelajari undang-undangnya," ujarnya.

Sementara itu, menanggapi komentar Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso, bahwa ‘kasus abu-abu’ tersebut lebih baik tidak diungkit kembali, Marzuki menyerahkan sepenuhnya pada pemerintah.

"Ya beginilah yah, kita serahkan pada pemerintah saja. Kalau kita bicara masalah HAM, Tahun 45, 46, 47 itu (pelanggaran) HAM-nya luar biasa kan, banyak rakyat Indonesia yang dibunuhi juga bagaimana?" katanya.

Sebelumnya, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar mengatakan Priyo Budi Santoso layak dijadikan tokoh ancaman kemanusiaan di Indonesia.

Hal tersebut dikatakan Haris Azhar sebagai protes atas pernyataan Priyo Budi Santoso pada hari, Selasa (24/7) yang meminta Komnas HAM agar tidak membuka luka lama seperti Peristiwa 1965.

"Membuka-buka kembali luka lama pada tahun 1965 itu pekerjaan kurang terpuji. Konsentrasi saja ada perbaikan atau tidak tentang perlakuan HAM di era reformasi. Biarlah yang 1965 itu menjadi sejarah abu-abu," kata Priyo kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/7).

"Kalau membuka luka lama malah gak selesai-selesai. Nanti bisa-bisa zaman Ken Arok dan Empu Gandring diperiksa juga," imbuh Priyo.