Priyo: Laporan Kontras Berlebihan

JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Priyo Budi Santoso menilai langkah Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) yang melaporkan dirinya ke Badan Kehormatan DPR berlebihan. Menurut Priyo, setiap orang berhak untuk berpendapat meskipun pendapat itu berbeda.

"Saya menghormati laporan itu. Tapi agak berlebihan. Ini hanya perbedaan pandangan dan mestinya tidak perlu dicela dan dikecam. Biarkan padangan itu hidup dan memperkaya kita untuk mencari solusi yang terbaik mengenai masalah ini," kata Priyo di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (26/7/2012).

Hal itu dikatakan Priyo menyikapi langkah Kontras yang mendampingi para keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu seperti peristiwa 1965-1966, peristiwa Mei 1998, peristiwa semanggi 1999, peristiwa Talangsari 1989, dan peristiwa Tanjung Priok 1984 ke BK DPR. Mereka tak terima atas pernyataan Priyo di media ketika menyikapi kesimpulan Komnas HAM bahwa ada pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 1965.

Priyo mengatakan, dirinya tetap pada pandangan bahwa semua pihak seharusnya tak membuka lagi sejarah kelam lalu lantaran tidak produktif. Meski demikian, menurut dia, tidak ada niat untuk mengubur berbagai peristiwa kelam itu.

"Saya hanya anjurkan untuk menatap masa depan. Masa berpendapat begitu saja tak boleh? Toh itu tidak mengurangi empati saya kepada keluarga korban, itu pasti," kata politisi Partai Golkar itu.

Priyo menambahkan, sebaiknya semua pihak fokus pada proses rekonsiliasi nasional. Dia berharap ada pertemuan semua pihak yang terkait untuk membicarakan perdamaian. "Kita kedepankan rekonsiliasi dan berdamai dengan sejarah," kata Priyo.

Pudjo Untung, salah satu korban yang mengaku pernah ditahan ketika peristiwa 1965-1966 menilai Priyo tak paham sejarah. Menurut dia, peristiwa masa lalu sengaja digelapkan sehingga tidak dapat diselesaikan hingga tuntas.

"Saya tidak percaya kalau ini diungkap ada kegaduhan. Kami ini orang baik-baik. Saya minta kasus 1965 harus diselesaikan. Teman-teman kami yang di luar negeri masih tidak bisa pulang karena tidak ada proses hukum," kata dia seusai membuat laporan di BK.