Kontras desak Hillary tunda kerjasama pertahanan

Sindonews.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Hillary Clinton agar menunda kerjasama pertahanan (Defense Framework Agreement) dengan Indonesia. Sebab, penyelesaian berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia dinilai masih terhambat.

"Kami mendesak Menteri Luar Negeri Amerika Serikat untuk menunda menindaklanjuti kerja sama pertahanan ini sampai Presiden Susilo Bambang Yudhyono (SBY) benar-benar melakukan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia secara adil bermartabat dan sesuai hukum," kata Koordinator Kontras Haris Azhar, di Jakarta, Selasa (4/9/2012).

Menurut Haris, kedatangan Hillary ke Indonesia merupakan bagian dari rangkaian kunjungan diplomatik Pemerintah AS ke wilayah Asia Timur dan Pasifik. Itu sebabnya, Kontras menyayangkan keputusan Pemerintah Amerika Serikat yang akhirnya akan menindaklanjuti Perjanjian Pertahanan kepada Indonesia. Perjanjian tersebut ditandatangani pada 22 Juli 2010.

Kontras memandang bantuan militer yang telah dilakukan kurang tepat untuk memerangi terorisme (counter terrorism). "Perlu diingat bahwa konsep perang melawan terorisme di Indonesia adalah melalui penegakan hukum. Sedangkan Kopassus adalah instrumen perang atau militer, bukan bagian dari penegakan hukum," ujar Haris.

Dia mengatakan, bantuan TNI dalam urusan sektor keamanan dalam negeri hanya dapat dilakukan jika ada kebutuhan dari kepolisian dan harus melalui keputusan politik DPR serta Presiden. "Kerjasama ini hanya akan mengakibatkan merusak konsep penegakan hukum," imbuh aktivis HAM itu.

Selain itu, reformasi di tubuh TNI belum sepenuhnya selesai. Haris menilai selama ini institusi TNI terkesan tidak kooperatif dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu.

"Misalnya, TNI dan Kementerian Pertahanan, menolak proses hukum (pengadilan HAM) yang dilakukan oleh Komnas HAM. Bahkan, Presiden SBY sendiri juga tidak menindaklanjuti rekomendasi DPR untuk mencari mereka yang dihilangkan oleh Kopassus pada 1997-1998," sebut dia.

Bukan cuma itu, pasca reformasi pun, TNI masih terlibat serangkaian pelanggaran HAM. Haris mencontohkan pelanggaran HAM yang terjadi ketika darurat militer di Nangroe Aceh Darussalam (NAD), dugaan Pembunuhan Theys H Eluay, hingga purnawirawan TNI yang diduga kuat terlibat pembunuhan Munir, Koordinator Pertama Kontras. Semua kasus tersebut tidak diselesaikan secara adil.

"Pemerintah Amerika Serikat jangan buta terhadap persoalan hak asasi dan keadilan di Indonesia," ungkap Haris mengingatkan.