Sewindu Kematian Munir

TEMPO.CO, Jakarta-Jumat, 7 September 2012 pekan ini, adalah tepat sewindu atau delapan tahun kematian Munir, aktivis hak asasi manusia. Para sahabat dan rekan-rekannya akan memperingati kematian lelaki kelahiran Malang, Jawa Timur, itu dengan aksi di dua titik di Jakarta

Menurut Koordinator Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM), Choirul Anam, aksi akan digelar di depan Kejaksaan Agung dan Istana Presiden, Jumat, 7 September 2012. “Sewindu kematian Munir akan diperingati dengan menggelar aksi di depan Kejaksaan Agung dan Istana Presiden,” ujar Choirul.

Siapa pelaku sesungguhnya pembunuhan terhadap Munir, bagi sahabat almarhum, hingga kini masih menyisahkan tanya. Boedhi Wijardjo, rekan Munir ketika sama-sama aktif di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Jakarta mengatakan, pelaku pembunuhan Munir harus diungkap seterang-terangnya. Boedhi menambahkan, kendati pengadilan telah memutuskan beberapa orang bersalah, namun kasus ini belum selesai.

“Pemerintah harus sungguh-sungguh mendorong peradilan untuk mencari kebenaran material. Jika hal ini tidak dilakukan, maka akan menjadi masalah hingga ke anak cucu. Tidak ada pilihan lain bagi pemerintah dan semua pihak untuk mencari pelaku sesungguhnya,” ujar Boedhi kepada Tempo melalui telepon, Selasa, 4 September 2012.

Pendapat senada disampaikan oleh Andi Soebyakto, sahabat Munir lainnya ketika sama-sama sebagai aktivis mahasiswa di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Andi mengatakan, kematian Munir akan tetap menjadi residu bagi peradaban bangsa ini. “Kelak, suatu saat, entah kapan, akan terungkap siapa pelaku sesungguhnya,” kata Andi.

Andi menambahkan, Munir di masa hidupnya telah melahirkan banyak kader. “Mungkin di antara para kader itu kelak punya peran besar dalam mengungkap kematian seniornya. Proses peradilan telah berjalan, namun belum bisa menjawab pelaku pembunuhan sesungguhnya, termasuk eksekutor di lapangan, penyusun skenario, dan motivasi pembunuhan,” kata Andi.

Munir meninggal pada 7 September 2004 karena diracun dalam penerbangan menuju Belanda dengan pesawat Garuda Indonesia. Pada 2008, pilot Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto, dijatuhi hukuman 20 tahun penjara oleh Mahkamah Agung. Sedangkan bekas Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Mayor Jenderal (Purn.) Muchdi Purwoprandjono yang sempat menjadi terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan.

Munir merupakan pendiri dan koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras). Pria lulusan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini aktif memperjuangkan HAM. Ia terakhir menjabat sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial.