ABG Gantung Diri karena Disebut Pelacur

JAKARTA – Meninggalnya PE (16) dengan cara gantung diri, diduga lantaran pemberitaan di media massa yang menyebut dirinya sebagai pelacur.

Kepala Biro Pemantau Kontras, Fery Kusuma mengatakan, saat tertangkap polisi syariat atau Wiliyatul Hisbah (WH) pada 3 September lalu, masalah ini langsung diketahui publik melalui media yang menuliskan dirinya sebagai Pekerja Seks Komersial.

“Kalau tidak salah waktu itu, judul beritanya dua pelacur di-barkah WH,” ujar Fery, di Kantor Kontras, Jalan Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (13/9/2012).

Menurut Fery, pemberitaan di media yang langsung menuding kalau PE sebagai pelacur, membuat dirinya malu kepada keluarga dan masyarakat. “Pemberitaan tersebut membuat dirinya tertekan dan frustasi,” imbuhnya.

Pria yang pernah menjadi pengurus Kontras di Aceh ini menjelaskan, tertekan dan frustasinya PE cukup beralasan. Pasalnya, dalam kultur masyarakat Aceh bila seseorang tertangkap oleh WH maka hal itu merupakan sebuah aib, baik bagi keluarga maupun bagi kampungnya.

Jika seseorang diketahui tertangkap WH karena melanggar syariat, kata dia, maka orang tersebut akan dikucilkan masyarakat dan lebih parahnya lagi orang itu akan diusir dari kampungnya.

“Pernah ada kasus perzinaan yang akhirnya ketahuan, kedua pasangan yang berzina akhirnya dikucilkan masyarakat dan diusir dari kampungnya,” pungkasnya.

Dalam kasus PE ini, Fery melihat tidak ada pelanggaran hukum syariat di Aceh atau Perda Qanun yang dipakai WH untuk menangkapnya. Fery mengatakan khalwat atau berdua-duaan dengan lawan jenis yang dituduhkan WH kepada korban, dalam faktanya tidak ada. Karena saat itu, PE sedang bersama teman-temannya usai menonton acara organ tunggal.

“Perda Qanun berupa khalwat yang ditudingkan WH kepada PE tidak jelas,” tegasnya.