Kak Seto: Kasus PE, Polisi Syariah Harus Ramah pada Anak

JAKARTA, KOMPAS.com-Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Seto Mulyadi atau Kak Seto mengungkapkan polisi Syariah di Daerah Istimewa Nangroe Aceh Darussalam kurang ramah dalam memperlakukan anak-anak. Pasalnya, PE (16) mendapatkan intimidasi dari polisi syariah atau Walayatul Hisbah hingga anak tersebut sampai pada perbuatan nekat bunuh diri untuk menutupi aib di masyarakat karena diciduk aparat penegak syariah tersebut.

“Pemda aceh perlu mendidik polisi syariah agar dapat ramah kepada anak. Perlakuan kepada anak harus mengedepankan sifat ramah, agar nantinya tidak akan ada lagi kekerasan pada anak,” ujar Kak Seto dalam sela konferensi pers di Kantor Kontras, Jakarta, Kamis (13/9/2012).

Seperti diberitakan, seorang remaja putri berinisial PE ditemukan tewas akibat gantung diri di kamar tidurnya, Kamis (6/9/2012) malam. Dia diketahui mengambil jalan pintas lantaran malu karena dituding menjual diri.

Hal itu terungkap dari sepucuk surat yang ditinggalkannya. Dalam surat itu, PE menceritakan tentang kasus penangkapan dirinya oleh petugas Wilayatul Hisbah (WH) Langsa, Senin (3/9/2012) menjelang shalat subuh lalu. Dalam suratnya, PE bersumpah tak pernah menjual dirinya seperti yang dituduhkan pihak polisi Syariah dan Dinas Syariat Islam Langsa,

Kak Seto berpendapat, dalam mendidik polisi Syariah, Pemda Aceh wajib berkaca pada aparat kepolisian Jakarta Selatan. Pasalnya, aparat Kepolisian Jakarta Selatan dapat membuktikan diri berlaku ramah pada anak. Setiap pelaku kekerasan yang dilakukan anak terhadap sebayanya tidak ditangani dengan kekerasan.

Hal itu, lanjutnya dapat dilihat dari kasus penanganan pelaku anak yang melakukan tindak kekerasan di SMU Don Bosco. Aparat kepolisian Jakarta Selatan, terangnya, dapat mendayagunakan tenaga anak tersebut untuk melakukan hal berguna bagi sekitarnya yaitu kerja sosial di panti jompo.

“Penanganan anak oleh aparat penegak hukum seperti yang dilakukan polisi Syariah seharusnya harus selaras dengan undang-undang perlindungan anak,” tambahnya.

Dia menjelaskan, penanganan PE tidak selaras dengan undang-undang perlindungan anak. Sebab, adanya trauma yang dirasakan oleh PE ketika polisi syariah menangkap dirinya. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri lagi menyebabkan kondisi psikologis PE terganggu sehingga nekat bunuh diri.

Kondisi anak-anak diakuinya juga sangat rentan sehingga harus diperlalukan dengan cinta kasih dan komunikasi yang timbal balik. Sebab itu, dia menyarankan dalam menghadapi seorang anak, memposisikan sebagai seorang sahabat anak adalah hal yang wajib diperhatikan.