Malu Dituduh Pelacur oleh Polisi Syariah Aceh, Putri Memilih Bunuh Diri

JAKARTA, Jaringnews.com-Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindakan Kekerasan (KontraS), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komnas Perempuan menggelar konferesi pers di kantor Kontras, Jakarta, terkait kematian Putri (16). Putri merupakan seorang gadis remaja asal Aceh yang bunuh diri diduga akibat malu setelah ditangkap polisi syariat Islam Aceh, Waliyatul Hisbah (WH), 3 September 2012, dua pekan lalu.

Kontras menilai, Putri bunuh diri karena dua hal. Pertama, penerapan hukum syariat Islam di Aceh dan kedua, pemberitaan media terhadap anak di bawah umur yang berhadapan dengan Hukum.

“Qanun (Perda Aceh mengenai syariat Islam) yang dipakai polisi syariah Aceh bertindak secara berlebihan terhadap Putri. Putri, gadis di bawah umur yang berada di luar rumah hingga larut malam langsung ditangkap dan diceramahi didepan umum, dan dituduh pelacur,” ujar Kepala Biro Pemantauan Kontras, Feri Kusuma.

“Kedua, esok harinya keluar berita berjudul ‘Dua Pelacur Diberkah WH’. Diberkah bahasa Aceh yang artinya tidak sekedar ditangkap tetapi merupakan bahasa kasar di Aceh yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah salah. Padahal, Putri tidak terbukti bersalah, yang dapat dibuktikan dengan sumpah yang dituliskan dalam surat yang ditinggalkan Putri sebelum bunuh diri. Juga vonis pelacur yang dilabelkan ke Putri,” papar Feri.

Feri menuturkan, kebijakan syariat Islam dan juga pemberitaan sangat mengganggu psikologis anak di bawah umur. Alhasil, Putri malu dan terkucil dari lingkungannya, yang secara otomatis menghancurkan masa depannya.

“Lagi, sanksi syariat Islam, yang mengancam dan menghantui dirinya akan diusir dari kampung halamannya. Dianggap sudah menodai kampung, seperti kasus yang biasa terjadi saat penangkapan dengan hukum Qunan Syariat Islam di Aceh,” ungkap Feri.

Hal senada juga disampaikan Andi Yentriyani dari Komnas Perempuan. Kata dia, seharusnya perlakuan hukum dan pemberitaan terhadap anak dibawah umur dan perempuan yang berhadapan dengan hukum harus lebih mengedepankan perspektif HAM dan perlindungan terhadap anak dan perempuan.

“Meski Aceh merupakan daerah istimewa dengan otoritasnya hukum syariat Islam yang berlaku di sana, tidak semata-mata mengabaikan hukum nasional yang ada. Ini perlu direvisi oleh gubernur dan pemerintahan yang baru di sana, dengan lebih memperhatikan penegakan HAM, khususnya bagi anak dan perempuan,” pinta Andi.

Sekedar catatan, demikian isi surat yang ditulis Putri yang ditemukan di dalam tasnya, di kamar tempat ia menggantung diri:

“Ayah…, maafin Putri ya yah, Putri udah malu-maluin ayah sama semua orang. Tapi Putri berani sumpah kalau Putri gak pernah jual diri sama orang. malam itu putri cuma mau nonton kibot (keyboard/organ tunggal-red) di Langsa, terus Putri duduk di lapangan begadang sama kawan-kawan Putri.

Sekarang Putri gak tau harus gimna lagi, biarlah Putri pigi cari hidup sendiri, Putri gak ada gunanya lagi sekarang. Ayah jangan cariin Putri ya..!!, nanti Putri juga pulang jumpai ayah sama Aris (adiknya). Biarlah Putri belajar hidup mandiri, Putri harap ayah gak akan benci sama Putri, Ayah sayang kan sama Putri…???

Putri sedih kali gak bisa jumpa Ayah, maafin Putri ayah… Kakak sayang sama Aris, maafin kakak ya… (Putri sayang Ayah).”