KontraS: Parpol punya kepentingan dalam RUU Kamnas

Pembahasan RUU Keamanan Nasional (RUU Kamnas) mengundang sejumlah tanda tanya. Pasalnya, RUU Kamnas ditolak untuk dibahas di DPR karena sebelumnya pemerintah diminta untuk merevisi beberapa pasal.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar menilai, masuknya kembali RUU Kamnas dari pemerintah untuk dimasukkan ke dalam agenda pembahasan di DPR diduga akan dimanfaatkan untuk kepentingan partai-partai politik.

"Terus terang saja, saat ini hingga ke depannya nanti sedang berlangsung penguatan untuk rezim securiti. Indikasi paling kuatnya dengan terkesan dipaksakannya pengajuan RUU Kamnas ini masuk ke dalam pembahasan undang-undang," kata Haris saat dihubungi Jakarta, Senin (17/9).

Haris menjelaskan, untuk mengembalikan kembali rezim securiti ini maka dibuatlah RUU Kamnas untuk kemudian digolkan menjadi produk undang-undang. "Jadi seolah-olah dilaksanakan sesuai konstitusi dan aturan hukum yang berlaku. Hebat kan?" kata Haris.

Fenomena yang muncul, menurut Haris, banyak partai yang mempunyai wakilnya di DPR RI hendak mengail keuntungan dari pembahasan RUU tersebut.

"Lihat saja, fraksi-fraksi yang tergabung dalam koalisi Setgab cenderung mendukung RUU ini. Di luar (koalisi Setgab) seperti Partai Gerindra cenderung mendukung kok. Buktinya saat voting hanya PDIP, PPP dan Hanura yang memang menolak RUU itu. Partai-partai lain menerima RUU itu untuk dimasukkan dalam agenda pembahasan RUU," ungkap Haris.

Dia menilai, mulusnya RUU ini dibahas lantas pada akhirnya disahkan sebagai produk undang-undang, diharapkan kelak partai-partai itu akan membantu pengamanan berbagai bisnis terkait eksplorasi sumber daya alam (SDA) di daerah-daerah.

"Nah, di daerah-daerah itu kan isinya partai-partai. Merekalah yang menjadi raja-raja kecil di daerah melalui kepala-kepala daerah yang memang asalnya dari partai-partai itu. Jadi mereka nampaknya sudah bermimpi akan menikmati UU Keamanan Nasional itu kelak," tegas Haris.

Terkait sikap diam fraksi di DPR yang tidak tergabung dalam koalisi Setgab, khususnya Partai Gerindra. Dia menilai, sejak awal berdirinya partai itu memang sangat mengandalkan kepemimpinan militer.

"Termasuk Hanura bisa jadi belakangan justru mendukung. Karena memang figur kedua tokoh pimpinan partai itu yang memang bergaris militer pasti akan banyak dibantu dengan adanya UU Kamnas ini kelak jika misalnya Prabowo Subianto atau Wiranto memenangkan Pemilu atau Pilpres 2 tahun lagi," tegasnya.

Selain itu, Haris menambahkan, pemerintahan Presiden SBY memang sudah menurun tingkat kepopulerannya di mata rakyat.

"Makanya beliau (SBY) membutuhkan back up tentara dan polisi. Apa indikasinya? lihat saja beberapa pernyataan SBY di beberapa rapat para petinggi TNI. Beliau selalu menyatakan TNI sudah tidak lagi melakukan pelanggaran HAM. Nah, yang menjadi pertanyaan besarnya, bagaimana dengan berbagai pelanggaran HAM berat di masa lalu? Kan nggak pernah jelas apalagi tuntas penyelesaiannya. Artinya ada kecenderungan untuk menutup kasus-kasus HAM di masa lalu," ungkap Haris.