Aktivis HAM Desak Kejaksaan Agung Tindak Lanjut Berkas Peristiwa Semanggi

JAKARTA – Para aktivis HAM serta keluarga korban pelanggaran HAM hari ini, Senin, 24 September 2012, mendesak Kejaksaan Agung menindaklanjuti berkas hasil penyelidikan Komnas HAM atas peristiwa Semanggi II yang teradi pada 23-24 September 1999 lalu, yang digabungkan menjadi satu berkas dengan peristiwa Trisakti, yang terjadi pada 12 Mei 1998 dan Semanggi I pada 13 – 15 November 1998.

Desakan ini disampaikan oleh keluarga korban tragedi Semanggi, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia, Fakultas Hukum Unika Atmajaya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), dan Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara.

"Sebuah fenomena yang janggal dan ironis dalam proses penegakan hukum, 10 tahun berkas hasil penyelidikan diendapkan tanpa adanya kepastian. Akses korban untuk mendapatkan keadilan menjadi semakin kabur," demikian isi siaran pers tersebut yang diterima The Atjeh Post, Senin pagi, 24 September 2012.

Proses bolak-balik berkas yang terjadi antara Jaksa Agung-Komnas HAM, lebih pada alasan politis. Jaksa Agung tidak pernah memberikan petunjuk yang jelas perihal hasil penyelidikan. Ditambah lagi ketiadaan inisiatif untuk melakukan terobosan, guna mempercepat proses penegakan hukum tersebut.

"Sejatinya Jaksa Agung memiliki kewenangan sebagaimana diatur dalam pasal 35 huruf b UU No 14 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI; "mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang", dalam hal ini UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," kata Haris Azhar, Koordinator KontraS.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia No. 18/PUU-V/2007 atas permohonan uji materil terhadap pasal dan penjelasan pasal 43 (2) UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM tidak pernah menjadi bahan pertimbangan Jaksa Agung untuk melakukan terobosan, padahal putusan MK bersifat final dan mengikat.

"Tidak dipatuhinya putusan MK memperlihatkan Jaksa Agung yang inkonsisten dan mengingkari penegakan hukum. Semua berkas hasil penyelidikan Komnas HAM atas berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu kandas di tangan Jaksa Agung. Yang terjadi malah Presiden memilih melempar pesoalan tersebut kepada Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko-Polhukam)," lanjut Haris.

Presiden diminta segera mendorong Jaksa Agung untuk melakukan penyidikan, mengingat sisa waktu Pemerintahan sudah memasuki tahun ke-3.

Selain itu, DPR sebagai pengawas atas kinerja Pemerintah, harus memaksimalkan perannya dalam mendorong dijalankannya proses penegakan hukum oleh Jaksa Agung agar penyidikan segera dimulai.

Tragedi Semanggi menunjuk pada dua kejadian protes masyarakat terhadap pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa yang mengakibatkan tewasnya warga sipil.

Kejadian pertama dikenal dengan Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998 –masa pemerintah transisi Indonesia, yang menyebabkan tewasnya 17 warga sipil.

Kejadian kedua dikenal dengan Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September 1999, yang menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa Universitas Indonesia, Yun Hap, dan sebelas orang lainnya di seluruh Jakarta, serta menyebabkan 217 korban luka-luka.[] (ihn)