Koalisi Masyarakat Sipil Tolak RUU Kamnas

AKARTA â?? Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak Panitia Khusus (Pansus) RUU Keamanan Nasional (Kamnas) menolak pembahasan RUU yang diusulkan pemerintah itu. Koalisi menyoroti nuansa sekuritisasi dalam RUU Kamnas yang terlihat dari pemberikan kewenangan khusus penangkapan dan penyadapan kepada TNI dan BIN.

Koalisi ini terdiri dari Imparsial, KontraS, YLBHI, IDSPS, Elsam, ICW, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, AJI, HRGW, Ridep Institute, Setara Institute, Lespersi. Direktur program Imparaial, Al Araf dalam jumpa pers Koalisi du Jakarta, Selasa (25/9), menyoroti Pasal 59 Ayat (1) RUU Kamnas karena dianggap berbahaya bagi demokrasi.

"Artinya, regulasi-regulasi yang kiranya berlawanan dengan RUU (Kamnas) ini, seperti UU TNI, UU Polri, bisa kalah. Pasal peralihan sapu jagat ini berbahaya, UU tentang HAM dan UU tentang pers bisa kalah, semua bisa kalah," kata Al Araf kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (25/9).

Al Araf mencontohkan Pasal 59 ayat 1 RUU Kamnas yang menyebut bahwa pada saat berlakunya undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Keamanan Nasional yang sudah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini.

Menurut Al Araf, klausul tersebut menempatkan UU Kamnas menjadi sapu jagat dan mendelegitimasi UU lain. "Itu sangat berbahaya dalam penegakan hukum dan kebebasan. Ditambah pasal-pasal lain yang bermasalah dalam UU ini," kata dia seraya menambahkan, sudah seharusnya RUU Kamnas dirombak total.

Sedangkan Hendardi dari Setara Institute, menilai RUU tersebut bertabrakan dengan UUD 1945 sebagai undang-undang tertinggi di negeri ini. Dicontohkannya, dalam UUD 1945 sudah jelas wewenangan kepolisian adalah menjaga keamanan dan TNI menjaga pertahanan. "Undang-undang apapun tidak boleh melampaui kewenangan UUD 45," tegasnya.

Karenanya Hendardi heran karena mayoritas fraksi di DPR yang pernah menolak RUU Kamnas, kini justru menerimanya. "Hanya PDIP yang tegas keras menolak. Koalisi (Setgab) mendukung bulat. Hanura dan Gerindra nampaknya implisit akan mendukung memerkuat supremasi militer," bebernya.

Kendati demikian, ia menegaskan, pihaknya akan tetap melawan. Biar 100 persen fraksi di DPR mendukung, baginya tidak masalah. "Kami akan tetap melawan kontroversi RUU ini. Ruu ini legal refreshif negara atas warga negara," ujarnya.

Wahyudin dari Elsam menambahkan, RUU Kamnas yang pernah ditolak maun diserahkan lagi ke DPR tanpa revisi, menunjukkan tidak adanya itikad baik pemerintah. Wahyudin malah mensinyalir ada agenda tersembunyi yang diselundupkan pemerintah melalui RUU tsebut.

Menurutnya, beberapa materi RUU Kamnas itu merupakan materi RUU Intelijen yang gagal disahkan. "Kemudian disusupkan dalam RUU Kamnas. Ada sesuatu yang dipaksakan," tegasnya.

Sedangkan Koordinator KontraS Haris Azhar, menyatakan, RUU Kamnas membolehkan presiden mengerahkan TNI tanpa persetujuan DPR. KontraS menilai ketentuan itu berpotensi disalahgunakan untuk memobilisir politik lokal atau kepentingan politik incumbent. "Misalnya kalau kepentingan partai incumbent di daerah terganggu, lalu bisa ditetapkan ancaman nasional dan memobilisir TNI melakukan tindakan luar biasa," imbuhnya.

Haris menilai RUU ini hanya mengambil jalan pintas dan cara pandang pragmatis bahwa kepastian hukum tidak ada, diganti dengan kepastian keamanan. "Ini belum gawat, tapi situasi menuju gawat memang sedang dibangun," tegasnya. (boy/jpnn)