KontraS :Presiden Mengulur Waktu Terkait Kasus 1997-1998

Merdekaonline.com – Jakarta – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sengaja mengulur-ulur waktu terkait kasus penculikan dan penghilangan paksa (1997-1998).

Dalam siaran persnya, Sabtu (29/9), KontraS menegaskan pengabaian yang dilakukan SBY adalah bentuk nyata dari tindakan mengulur waktu dan menghalangi korban serta keluarganya untuk mendapatkan kebenaran, keadilan, dan pemulihan.

Padahal, tidak ada satupun alasan yang bisa ditoleransi sebagai penghalang korban dan keluarganya untuk mendapatkan hak-haknya. Mengingat dampak dari peristiwa penculikan dan penghilangan paksa, juga pengabaian Presiden untuk menuntaskan kasus ialah terpuruknya kondisi keluarga korban secara sosial, ekonomi, dan psikologis karena ditinggalkan oleh pilar ekonomi. Keluarga mengalami proses pemiskinan struktural yang berdampak pada semua aspek kehidupan keluarga korban, termasuk dalam hal-hal administrasi kependudukan, kehidupan sosial hingga dampak psikologis.

Dipaparkan, pada 29 September 2009, Panitia Khusus (Pansus) DPR RI untuk Kasus Penculikan dan Penghilangan Paksa sudah memberikan rekomendasi atas kasus tersebut. Kemudian pada 30 September 2009, DPR RI telah mengirimkan surat resmi kepada Presiden untuk menindaklanjuti 4 (empat) rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) itu.

Dalam rekomendasinya, DPR meminta Presiden SBY dan institusi pemerintah terkait untuk membentuk pengadilan HAM Ad Hoc, melakukan pencarian terhadap 13 (tiga belas) orang korban yang masih hilang, merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban yang hilang dan meratifikasi Konvensi Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa.

KontraS sudah berupaya mendesak pelaksanaan rekomendasi tersebut, salah satunya dengan mengadukan presiden ke Ombudsman, pada 27 April 2012. Hal yang kemudian ditanggapi Ombudsman Republik Indonesia dengan mengirimkan surat permintaan klarifikasi I nomor: 0610/KLA/0299-2012/AA-02/Tim.2/V/2012 tertanggal 15 Mei 2012. Dalam surat tersebut, Ombudsman menyatakan bahwa Presiden telah melakukan mal-administrasi dan pengingkaran atas prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.

Selain itu, surat tersebut juga minta penjelasan dari Presiden SBY atas tindakan mal-administrasi dan pengingkaran atas tata kelola pemerintahan yang baik, yang dilanjutkan dengan surat permintaan klarifikasi II nomor: 0303/KLA/0299-2012/AA-02/Tim.2/VIII/2012 tertanggal 6 Agustus 2012. Tanggapan atas surat-surat itu hanyalah dari Mensesneg dalam suratnya nomor B-704/M.sesneg/D-3/DH.00.06/5/2012 tanggal 24 Mei 2012 yang meneruskan ke Menkopolhukam untuk menjawab atas surat klarifikasi I dari Ombudsman.

Mengingat belum adanya respon yang mengarah pada pemenuhan hak keluarga korban, maka KontrS mendesak Indonesia mematuhi Konvensi PBB tentang Penghilangan Paksa yang sudah ditandatangani untuk menuntaskan kasus-kasus penculikan dan penghilangan paksa di Indonesia. Juga meminta meminta dan mendorong Presiden Indonesia untuk bicara jujur di forum Internasional tentang realita isu dan kasus pelanggaran HAM yang masih buruk dan menghadapi impunitas.(SR)