Seleksi Tersendat, Kinerja Komnas HAM Terhambat

Organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Komnas HAM mendesak agar Komisi III DPR segera melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap 30 calon komisioner Komnas HAM.

Peneliti Elsam, Zainal Abidin, mengatakan salah satu alasan DPR menunda proses itu karena adanya gugatan yang diajukan oleh mantan calon komisioner Komnas HAM kepada panitia seleksi (Pansel). Menurut Zainal, gugatan itu mestinya tidak mengganggu proses uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan Komisi III DPR untuk memilih 15 anggota Komisioner Komnas HAM.

Pasalnya, perkembangan HAM di Indonesia saat ini dalam kondisi kritis, sehingga membutuhkan komisioner Komnas HAM yang mampu mengawal penegakan HAM di Indonesia. Walau komisioner Komnas HAM periode 2007 â?? 2012 telah diperpanjang masa jabatannya sampai komisioner baru dilantik, namun Zainal menyebut hal itu memberi dampak psikologis kinerja Komnas HAM.

"Itu mempengaruhi aspek pelayanan terhadap korban yang tiap hari mengadu, memberikan harapan ke Komnas HAM atas kasus-kasus pelanggaran HAM untuk ditangani atau diselesaikan Komnas HAM," kata Zainal dalam jumpa pers di kantor KontraS Jakarta, Senin (1/10).
Atas dasar itu Zainal berpendapat proses uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan Komisi III DPR untuk memilih komisioner Komnas HAM yang baru sangat penting.

Pada kesempatan yang sama aktivis pegiat HAM lainnya, Bhatara Ibnu Reza, khawatir berlarutnya proses itu menjadi preseden buruk bagi lembaga lainnya yang melewati proses serupa di DPR. Bila DPR menunggu sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas gugatan yang diajukan salah satu calon komisioner Komnas HAM, maka penantian itu akan terlalu lama. Pasalnya, upaya hukum yang dapat dilakukan si penggugat untuk mendapat keadilan lewat jalur pengadilan akan memakan waktu yang sangat lama, bertahun-tahun.

Menurut Bhatara, jika nanti sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap, putusan itu dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menyeleksi calon komisioner Komnas HAM di periode selanjutnya. "Jadi bukan sebagai penghalang (melakukan uji kelayakan dan kepatutan,-red)," ujarnya.

Sementara, Kadiv Pemantauan Impunitas KontraS, Yati Andriyani, mendapat laporan dari staf Komnas HAM di Papua yang menjelaskan bahwa Komnas HAM di wilayah timur Indonesia itu tidak dapat beroperasi seperti biasa. Pasalnya, komisioner Komnas HAM belum memberi kejelasan mengenai status pengurus Komnas HAM di Papua. Menurut Yati hal itu terkait pula dengan tak kunjung selesainya proses uji kelayakan dan kepatutan calon komisioner Komnas HAM untuk mengangkat komisioner Komnas HAM yang baru.

Selain itu Yati mengatakan hal itu sebagai kemunduran terhadap upaya penegakan HAM di Indonesia, apalagi Papua merupakan daerah yang rawan terjadi tindak pelanggaran HAM. Yati melihat komisioner Komnas HAM takut salah langkah untuk memastikan posisi kepengurusan Komnas HAM di Papua.

Yati mengingatkan, gugatan yang diajukan calon komisioner Komnas HAM terhadap Pansel bentuknya perdata, sehingga tidak berpengaruh atas proses uji kelayakan dan kepatutan yang mestinya dilakukan Komisi III DPR. Misalnya, penggugat dalam gugatannya menginginkan ganti-rugi, bagi Yati hal itu tidak ada kaitannya dengan proses seleksi di DPR.

Pekan lalu perwakilan dari organisasi masyarakat sipil sudah mendesak Komisi III DPR untuk segera melakukan proses uji kelayakan dan kepatutan itu. Namun, sampai saat ini DPR dinilai belum menjawab tuntutan dari perwakilan LSM itu. "Kami khawatir ini menjadi bagian dari skenario mereka (DPR,-red) untuk memperlambat proses uji kelayakan dan kepatutan anggota Komisioner Komnas HAM," tuturnya.

Sebelumnya, Komisi III DPR telah meminta pertimbangan kepada Mahkamah Agung (MA) soal proses uji kelayakan dan kepatutan komisioner Komnas HAM atas adanya gugatan itu. Sayangnya, upaya itu tidak berbuah hasil yang positif. Alhasil Komisi III DPR masih menemui jalan buntu terkait proses uji kelayakan dan kepatutan tersebut.

Menurut Wakil Ketua Komisi III DPR, Nasir Djamil, tiap fraksi memiliki perbedaan pendapat. Sebagian berpandangan agar uji kelayakan dan kepatutan tetap digelar dalam masa sidang kali ini. Sedangkan sebagian fraksi lain menginginkan agar melakukan penundaan dengan menunggu putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap terhadap gugatan yang dilayangkan Syarifudin Ngulma Simeulue di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. "Sehingga kami kemudian memutuskan untuk menggelar kembali rapat yang sama pada Selasa (3/10) yang akan datang," imbuhnya, Rabu (26/9).