Debat hukuman mati yang tak pernah mati

Perdebatan mengenai hukuman mati masih saja terus terjadi. Sebagian kalangan yang menjunjung tinggi HAM menolak keras pelaksanaan hukum mati di tanah air. Sebagian lagi berpendapat hukuman mati masih perlu diterapkan untuk kejahatan luar biasa.

Dalam rangka peringatan Hari anti Hukuman Mati Sedunia, Komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan (KontraS) kembali mengkritisi hukuman paling berat tersebut. KontraS, meminta pemerintah segera menghapus vonis mati yang hingga saat ini masih diterapkan.

"Koruptor dan teroris juga harusnya tidak perlu dihukum mati. Karena dampak hukuman mati sama sekali tidak menurunkan kejahatan. Selain itu, hukum harusnya menjadi wadah rehabilitasi bukan sebagai balas dendam," ujar anggota KontraS, Puri Kencana Putri dalam jumpa pers ‘Peringatan hari anti hukuman mati sedunia’ di kantor Kontras, Jakarta Pusat, Selasa (9/10).

Menurutnya, ketika para koruptor banyak yang tertangkap, bukan berarti harus ada hukuman mati. Penerapan hukuman mati pun dinilai tidak efektif dalam menurunkan angka kejahatan, termasuk korupsi.

Sebagai contoh di China, para pelaku korupsi di negara tirai bambu itu adalah pejabat besar dan mereka menjalankan hukuman mati.

"Tetapi mereka tidak bisa menghapus kasus korupsi, nyatanya masih banyak di sana. Di Eropa tidak ada hukuman mati tetapi di sana juga tidak ada kasus korupsi," katanya.

Sementara itu, di Mahkamah Agung (MA) juga terjadi perpecahan dua kubu yaitu pro dengan hukuman mati dan yang menolak adanya hukuman mati, KontraS pun akan mendorong MA untuk menghapusnya.

"Hukuman mati tidak boleh dijatuhkan. Kami dorong MA untuk tidak menjatuhkan hukuman mati. Di Amerika sendiri hukuman mati telah dihapus di beberapa negara bagian dan akan terus meluas hingga semua menghapusnya," tuturnya.

Pandangan berbeda datang dari Nahdlatul Ulama (NU). Organisasi Islam terbesar di tanah air ini membolehkan hukuman mati bagi koruptor. NU berpandangan, hukuman mati bagi koruptor boleh dilakukan kepada orang yang telah melakukan korupsi berulang-ulang.

Ketua Komisi KH Saifuddin Amsir yang juga Rois Syuriah PBNU menyebut bahwa pemberian hukuman mati kepada koruptor tersebut juga harus berhati-hati.

Menurutnya, Islam sangat berhati-hati dalam menghilangkan nyawa seseorang. "Kita tidak bisa begitu saja menghilangkan nyawa seseorang. Selama masih ada sesuatu yang samar-samar, nyawa seseorang tidak bisa begitu saja dihilangkan," terangnya.

Hukuman seyogyanya memang tidak digunakan untuk balas dendam. Pemidanaan dalam banyak negara adalah ajang pembinaan kepada mereka yang telah berbuat salah. Dan peran negara harus hadir di sana.

Namun di sisi lain, untuk kejahatan yang luar biasa, hukuman mati dinilai paling efektif. Pemberian hukuman mati dinilai mampu menjawab rasa keadilan di masyarakat yang dirampas oleh pelaku kejahatan tersebut.

Namun hingga kini perdebatan mengenai hukuman mati masih terus terjadi. Hukuman mati dengan cara ditembak oleh sebuah regu dinilai efektif di Indonesia. Benarkah?