MERAWAT DAMAI POSO MELALUI PEMULIHAN HAK-HAK KORBAN

MERAWAT DAMAI POSO MELALUI PEMULIHAN HAK-HAK KORBAN

Kami prihatin masih berlangsungnya aksi teror dan kekerasan di Poso. Wilayah ini telah melalui periode kekerasan yang cukup lama karena konflik yang terjadi sejak tahun 1998- 2000. Paska Deklarasi Malino I, kekerasan komunal berhenti namun penyelesaian akar masalah dan dampak yang terjadi akibat konflik belum tertangani secara baik.

KontraS mencatat telah terjadi teror bom dan penembakan pada periode September hingga Oktober 2012 di Poso. Pada 14 September 2012, sebuah benda yang mencurigakan diduga bom ditemukan oleh warga di Desa Tabalu Kecamatan Poso Pesisir. Gegana Detasemen B Polda Sulawesi Tengah telah melakukan disposal namun polisi masih gagal mengungkap motif dan pelaku teror tersebut. Pada 4 Oktober 2012, sekira pukul 23.30 Wita, seorang warga di Desa Masani Kecamatan Poso Pesisir yang bernama Hasman Sao (35) mengalami luka serius akibat tembakan dari kelompok bersenjata yang menyerang rumahnya. Peristiwa terakhir terjadi pada 9 Oktober 2012 di Lorong Abdi Jaya Kelurahan Kawua Kecamatan Poso Kota, sebuah bom meledak yang mengakibatkan sebuah mobil dan motor serta kaca-kaca depan rumah milik Okri Mamuaya rusak parah.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjend (Pol) Boy Rafli Amar telah menerangkan bahwa terduga teroris telah ditangkap oleh Densus 88 di tempat yang berbeda. Imron ditangkap di Jalan Kangkung, Balaroa, Kota Palu dan sesaat kemudian Densus 88 juga menangkap Sopian alian Acong di Depok. Keduanya diduga memiliki keterkaitan teror bom Poso dengan peristiwa teror di wilayah lainnya. Namun pernyataan juru bicara Polisi ini tidak mampu menjelaskan motif dan keterkaitan tersangka dan jaringannya pada aksi kekerasan di Poso.

Kami memandang bahwa pola umum kekerasan yang terjadi di Poso kerap dilakukan untuk memprovokasi kembali masyarakat yang sudah hidup tenang dan damai disana. Berbagai masalah sebagai dampak dari konflik yang pernah terjadi belum diselesaikan secara tuntas dan menyeluruh. Transformasi kelompok radikal yang masih menyisahkan dendam konflik dengan sangat mudah masuk dalam kelompok-kelompok terorganisir yang oleh Polisi diidentifikasi sebagai teroris. Dalam kaitan ini, Kami mempertanyakan program deradikalisasi yang diusung oleh Pemerintah, khususnya BNPT.   

Segala bentuk teror dan kekerasan yang terjadi di Poso sungguh tidak bisa ditolerir. Kekerasan yang berlangsung di depan ribuan aparat sunguh merupakan konfigurasi paradox. Penanganan segala bentuk teror dan kekerasan ini tidak lagi mungkin direspon dengan cara-cara konvensional. Sebagai tindakan mendesak kami meminta kepolisian untuk melakukan penyelidikan menyeluruh dan memperkuat sistem deteksi dini agar teror dan kekerasan tidak terjadi lagi. Kami juga memandang pentingnya diambil langkah ekstra oleh pemerintah untuk menjawab spekulasi dan kekerasan yang terus berlangsung ini. Kami menilai peristiwa ini terjadi karena lemahnya kinerja intelijen di tingkat lapangan.

Kami mendesak Pemerintah Daerah dan Pusat untuk segera merumuskan dan mengimplementasikan konsep pemulihan paska konflik secara menyeluruh. Akibat konflik yang terjadi, ribuan rumah dan bangunan rusak, penguasaan kepemilikan lahan-bangunan menjadi masalah baru dan berpotensi menjadi pemicu kekerasan. Pemerintah Daerah dan Pusat harus segera menyelesaikan masalah keperdataan warga agar hak-hak korban konflik dapat dipulihkan.   

Jakarta, 14 Oktober 2012

Pdt. Rinaldy Damanik (Deklarator Malino I) Hp. 081341035678
Haris Azhar (Koordinator KontraS) Hp. 081513302342