Tugas Jurnalis Terancam Perilaku Anggota TNI

Tugas Jurnalis Terancam Perilaku Anggota TNI

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyampaikan protes keras atas tindakan penganiayaan yang dilakukan Letkol Robert Simanjuntak (Kadispers) dan sejumlah prajurit TNI AU terhadap jurnalis saat meliput di lokasi jatuhnya pesawat Hawk 200 milik TNI AU di sekitar pemukiman warga RT 03, RW 03, Dusun 03, Desa Pandau Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar.

Selasa, 16 Oktober 2012, sekitar pukul 09.47 wib, sekitar 6 wartawan, antara lain Didik Herwanto (fotografer Riau Pos), Fakhri Rubianto (reporter Riau Televisi), Rian FB Anggoro (pewarta kantor berita Antara), Ari (TV One), Andika (Fotografer), di pukul anggota TNI AU saat meliput di lokasi. Menurut pengakuan Didik Herwanto, seorang perwira TNI AU bernama Letkol Robert Simanjuntak (Kadispers) menyerang dirinya, memukul dibagian telinga, punggung dan merampas kamera miliknya. Beberapa prajurit yang berada di lokasi ikut memukul Didik. Setelah aksi pemukulan terhadap Didik, anggota TNI AU juga memukul Robi, Indra dan wartawan yang lain.

Aksi kekerasan terhadap jurnalis bukan kali pertama. Sebelumnya, KontraS mencatat anggota TNI menganiaya seorang jurnalis Pos Metro Batam dan merusak kamera milik korban saat mengambil gambar di sebuah SPBU Villa Mukakuning Paradise Batuaji, Batam. Pelaku melarang jurnalis mengambil gambar di area tersebut. Tindakan pelarangan peliputan juga pernah terjadi di Kota Padang. Sejumlah personil TNI AL menganiaya 6 jurnalis dan merampas kamera saat meliput penggusuran pondok mesum di Lubuk Begalung, Kota Padang.

Kemudian pada tanggal 21 September 2012, Menteri Pertahanan Purnomo juga pernah mengancam seorang jurnalis Bagus Saragih (Jakarta Post) yang menulis tentang pernikahannya dengan penyanyi keroncong, Sundari Soekotjo. Bagus menerima beberapa kalimat intimidatif dari Purnomo "Saya sudah punya data-data lengkap kamu, saya tidak mau tanggung jawab kalau BIN bergerak,". Selain itu, dua orang yang mendampingi Purnomo juga mengeluarkan serangan verbal. "Mereka berdua bilang, saya masukin ke (tahanan) Guntur kamu. Mereka juga bilang, kalau ini masih orde baru, kamu sudah mati,"

Terkait kekerasan di lokasi jatuhnya pesawat Hawk 200, KontraS juga menyesalkan tindakan personil TNI AU yang memukul Edy (warga) yang hendak menolong pilot. Dan seorang mahasiswa yang hajar sampai luka parah dibagian wajah saat pulang dari kampusnya.

Tindakan diatas menunjukan bahwa, pertama, masih ada ancaman thdp kebebasan mendapatkan informasi dilapangan terhadap jurnalis. Kedua, masih ada praktek kekerasan yg dilakukan oleh anggota militer. Situasi ini menandakan bahaw reformasi TNI masih tidak bermakna bagi hak asasi dan kebebasan yg fundamental di Indonesia. Juga, menandakan bahwa klaim-klaim penghukuman lewat peradilan militer masih tidak mampu memberikan koreksi yg signifikan utk meminimalisir kekerasan oleh anggota TNI. Apalagi kekerasan tersebut dilakukan dihadapan masyarakat,di hadapan anak-anak. Mereka memberikan contoh dan mempertontonkan hal yg buruk. Kedepan, untuk situasi ini, bisa terus terjadi, dimana polisi tidak berani bertindak melakukan penegakan hukum yg baik kepada TNI, mekanisme internal TNI hanya teaterikal dan kemhan juga sibuk membangun citra melalui alutsista saja tanpa membangun jatidiri TNI yg profesional, humanis dan demokratis. Tdk ada upaya serius mengawal koreksi untuk TNI yg melakukan kekerasan yg mewarisi tindakan brutal dimasa lalu. Alih-alih, tetap ‘ngotot’ untuk memiliki UU Kamnas. Lalu bagaimana masa depan implementasi Kamnas jika tidak dimbangi dengan prilaku yg baik?

Jakarta, 16 Oktober 2012

Haris Azhar,
Koordinator KontraS