Pembungkaman Ruang Gerak Demokrasi di Papua

Pembungkaman Ruang Gerak Demokrasi di Papua

Kami menyesalkan hak atas kemerdekaan, berkumpul dan mengeluarkan pendapat di Papua tidak sepenuhnya dijamin. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pendapat sejatinya adalah “Hak Setiap Warga Negara” yang dijamin dalam Undang-undang Dasar 1945. Namun, dalam implementasinya situasi di Papua berbeda jauh dengan wilayah Indonesia yang lain. Tercatat dari adanya kasus penembakan hingga terror telah membuat kebebasan berekspresi tereliminir. terhitung sejak Januari hingga Oktober 2012 KontraS mencatat 81 tindakan kekerasan setidaknya 31 meninggal dan 107 orang mengalami luka-luka.

Kami menilai bahwa tindakan kekerasan (kasus penembakan hingga terror) yang terus berlangsung di Papua: Pertama, adanya upaya pelabelan separatis pada sejumlah warga di Papua; kedua, adanya upaya menjadikan wilayah Papua Barat sebagai wilayah operasi Densus 88; ketiga, isu keamanan di Asia Pasifik, khususnya Papua Barat telah menjadi alasan Indonesia memperkuat kerja sama keamanan bersama negara-negara imperialis.

Demokrasi di Tanah Papua telah di Pancung dan menjadi tantangan berat bagi warga sipil untuk menkritisi kebijakan Negara (TNI & Polri) yang berlangsung hingga saat ini. Kondisi ini telah menjadikan Papua sebagai lahan subur bagi konflik, demi kepentingan Negara, Ekonomi dan kekuasaan. Tidak heran jika kenyataan ini mendorong rakyat pribumi di Papua bangkit memperjuangkan keadilan dan kebenaran yang tak kunjung tiba, namun ruang gerak warga Papua di bungkam.

Tidak diterbitkannya “Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP)” seringkali menjadi alasan bagi pihak kepolisian untuk membubarkan massa yang melakukan demo. Tindakan ini selanjutnya menjadi pintu masuk untuk melakukan penangkapan, penyiksaan dan penembakan kepada sejumlah warga sipil di Papua. Terakhir,  tindakan kekerasan yang dilakukan pihak kepolisian pada pembubaran massa aksi, 23 Oktober 2012 di Manokwari, termasuk tindakan kekerasan terhadap jurnalis.

Atas serangkaian kekerasan yang terus berlangsung di bumi Papua, maka kami mendesak kepada Presiden:

  1. Untuk segera membuka ruang gerak demokrasi di Papua
  2. Menarik dan merasionalisasikan jumlah TNI & Polri di Tanah Papua
  3. Merealisasikan dialog damai antara Rakyat Papua dan pemerintah Indonesia tanpa syarat yang dimediasi pihak ketiga.
  4. Menginstuksikan kepada pihak-pihak terkait khususnya Pangdam XVII Cenderawasih dan Kapolda Papua untuk menghentikan tindakan penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, dan penembakan terhadap warga sipil dan aktivis di Papua.

Jakarta, 24 Oktober 2012

Napas, BUK, YAPHAM dan KontraS