Hentikan Intimidasi Terhadap Pengikut Syiah di Sampang

KontraS Surabaya prihatin atas persoalan kekerasan berlatarbelakang yang menimpa komunitas syi’ah di Sampang. Seperti diketahui, sejak terjadinya aksi kekerasan pada 26 agustus 2012 seluruh warga syi’ah sampang yang rumahnya terbakar telah ditempatkan untuk sementara oleh pemerintah di Gedung Olah Raga (GOR) Wijaya Kusuma Sampang. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan KontraS, tampak bahwa pemerintah tidak serius dalam memberikan pelayanan bagi korban. Dan lebih dari itu pemerintah juga tidak memiliki resolusi konflik yang jelas tentang bagaimana mengakhiri konflik berlatarbelakang agama yang sedang terjadi di Sampang.

Sudah seringkali KontraS dan elemen masyarakat sipil memberikan masukan dan evaluasi kepada pemerintah, agar lebih berkomitmen dalam menangani kasus ini dengan mengedepankan perlindungan dan keadilan bagi korban sesuai dengan prinsip HAM dan Konstitusi RI. Akan tetapi tampaknya masukan dan evaluasi tersebut tidak pernah dipertimbangkan oleh pemerintah.

Korban harus puasa karena supply makanan dihentikan

Seperti telah diberitakan secara luas di beberapa media, pemerintah sampang telah menghentikan supply makanan bagi pengungsi (korban) di GOR sejak kamis, 1 November 2012 dengan alasan pemkab sampang telah kehabisan anggaran. Sampai dengan release ini disampaikan pemerintah belum memiliki kebijakan yang jelas tentang anggaran untuk pengungsi. Dalam beberapa kesempatan KontraS telah melakukan audiensi dengan pemerintah mengenai hal ini, KontraS mengambil kesimpulan pemerintah tidak memiliki kebijakan anggaran yang berpihak kepada Korban.

Akibat berhentinya suply makanan tersebut, pengungsi di GOR mengambil pilihan untuk berpuasa. Salah satu pemimpin Pengungsi, Iklil al Milal menyakatakan bahwa mereka berpuasa untuk berdo’a kepada Allah semoga Pemerintah dan seluruh pihak yang selama ini menindas dan mengambil hak mereka secara dhalim segera mendapatkan petunjuk dari Allah untuk kembali bersikap adil.

Dalam konteks ini, KontraS menuntut agar Pemerintah segera melakukan evaluasi atas tatakelola anggaran dalam penanganan kasus ini. Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan anggaran yang dapat diaplikasi secara efektif, dan akuntabel dalam penanganan kasus sampang sehingga hak-hak Korban tidak terabaikan. KontraS menilai kebijakan anggaran yang diterapkan pemerintah dalam penanganan pengungsi berpotensi mengorbankan hak-hak korban.

Belum ada konsep Resolusi Konflik

Berdasarkan pemantauan KontraS, sampai saat ini pemerintah belum memiliki konsep resolusi konflik yang dapat menjamin perlindungan atas hak-hak dasar bagi komunitas syi’ah di sampang. Seluruh tawaran yang selama ini disampaikan pemerintah hanya bersifat sementara, karitatif dan tidak menyentuh pada akar persoalan yaitu mendorong tolerasi dan menjamin perlindungan bagi hak-hak dasar bagi komunitas syi’ah. Bahkan dalam level minimal, yaitu sosialiasi kepada masyarakat umum untuk mendorong toleransi masyarakat sampang terhadap komunitas syiah tidak pernah dilakukan oleh pemerintah. Sehingga wajar apabila mayoritas masyarakat sampang masih memandang negatif atas keberadaan komunitas syi’ah di sampang. Di lain pihak, pemerintah seolah tertekan dan takut dengan desakan yang dilakukan para tokoh agama yang selama ini menyerukan syi’ar kebencian kepada komunitas syi’ah sampang.

Pemerintah harus bersikap tegas agar para tokoh agama menghentikan syi’ar kebencian atas komunitas syi’ah, karena syi’ar kebencian itulah yang selama ini menjadi justifikasi (pembenaran) bagi masyarakat melakukan serangkaian aksi-aksi kekerasan terhadap kelompok minoritas syi’ah di Sampang.

KontraS mendesak agar pemerintah segera menyerukan kepada para tokoh agama agar menghormati HAM dan tunduk kepada Konstitusi, dan aturan hukum yang berlaku. Negeri ini tidak boleh tunduk atas kemauan sekelompok kecil orang yang menggangap keyakinannya adalah paling benar dan tidak mengindahkan prinsip-prinsip HAM yang dijamin konstitusi. Kontras telah mendapatkan laporan bahwa 21 warga syiah, 9 orang diantaranya adalah kepala keluarga yang mewakili keluarganya, telah didesak untuk membuat surat pernyataan keluar dari keyakinannya (terlmpir).

KontraS prihatin karena beberapa pejabat pemerintah dan kepolisian di Sampang ikut mendukung upaya ini dengan menjadi saksi dalam surat pernyataan tersebut. Kontras juga mendapatkan laporan bahwa surat pernyataan tersebut dibuat oleh warga syi’ah karena mereka merasa terancam bahwa apabila mereka tidak keluar dari keyakinan agamanya maka rumah mereka juga akan dibakar seperti dalam peristiwa pada 26 agustus silam.

Upaya-upaya semacam ini jelas melanggar pasal 28 E dan 28 I UUD 1945 Amandemen Kedua dan Pasal 22 UU No. 39 tahun 2009tentang HAM. Secara khusus, bagi petugas kepolisian yang terlibat mendukung upaya mengeluarkan pengikut syi’ah dari keyakinannya maka hal tersebut kelas melanggar ketentuan pasal 5 ayat (2) Perkap Polri No. 8/2009 tentang Implementasi Prisip dan Standar HAM dalam Pemyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI.

Dengan banyaknya persoalan-persoalan yang terjadi dalam kasus kekerasan atas komunitas Syi’ah Sampang, dengan ini KontraS Surabaya Menuntut :

1. Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah mengeluarkan kebijakan secara khusus untuk menjamin adanya anggaran yang cukup untuk dapat dipergunakan secara akuntabel dalam pelayanan bagi kebutuhan-kebutuhan pengungsi di GOR Sampang;
2. Pemerintah melakukan sosialisasi secara efektif dan meluas kepada seluruh masyarakat di sampang agar menghormati hak-hak kelompok minoritas syi’ah di sampang;
3. Pemerintah tidak tunduk kepada desakan Tokoh Agama yang menyerukan syi’ar kebencian terhadap komunitas syiah; Pemerintah harus tegas untuk menyatakan kepada mereka bahwa komunitas syi’ah berhak hidup di Indonesia sebagaimana komunitas-komunitas agama yang lain;
4. Pemrintah harus menghentikan segala aktifitas individu atau kelompok yang mengancam dan mengintimidasi warga syi’ah di sampang, termasuk dalam hal ini aktifitas beberapa tokoh agama yang mendesak agar warga syi’ah keluar dari keyakinannya;
5. Pemerintah harus segera mengajak berdialog kepada kepada korban dan masyarakat sipil untuk merumuskan Resolusi Konflik;

Surabaya, 5 November 2012

KontraS Surabaya
Koordinator Badan Pekerja

Andy Irfan