Masyarakat Sipil Menolak Deklarasi HAM ASEAN yang Tidak Sempurna

Masyarakat Sipil Menolak Deklarasi HAM ASEAN yang Tidak Sempurna

Phnomh Penh, Kamboja – Sebanyak 62 kelompok masyarakat sipil, baik di tingkat nasional, regional, dan internasional menyerukan kepada negara-negara anggota ASEAN untuk menunda mengadopsi ketentuan Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN (ASEAN Human Rights Declaration) pada KTT ASEAN di Kamboja, yang secara keseluruhan isinya tidak mencerminkan standar-standar HAM internasional.

Organisasi-organisasi masyarakat sipil menilai bahwa isi deklarasi yang akan diadopsi masih menggunakan isi narasi yang bermasalah. Sebaliknya, organisasi-organisasi masyarakat sipil ini juga mendesak negara-negara anggota ASEAN untuk mengirimkan kembali draf naskah Deklarasi ke Komisi HAM ASEAN/ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR), untuk merevisi isi narasinya, sehingga sesuai dengan hukum HAM internasional

Berdasarkan klausul-klausul dalam draft deklarasi HAM ASEAN, misalnya disebutkan bahwa pemenuhan hak-hak yang dijamin dalam Deklarasi itu harus "seimbang dengan pemenuhan kewajiban-kewajiban” (dibagian Prinsip Umum no. 6); yang dikenakan pada “konteks nasional dan regional”; juga pertimbangan dari “latar belakang budaya, agama dan sejarah yang berbeda” (Prinsip Umum no. 7). Selain itu, semua hak-hak yang disediakan dalam Deklarasi  akan tunduk pada pembatasan yang beragam alasannya termasuk juga pada konsep "keamanan nasional" dan konsep “moral publik"  (Prinsip Umum no. 8).

Yang harus diketahui bahwa tidak ada instrumen universal ataupun instrumen regional lain yang menerapkan konsep "keseimbangan" antara pemenuhan hak-hak dan jaminan kebebasan terhadap tugas dan tanggung jawab perlindungan HAM. Sebaliknya, instrumen-instrumen tersebut dibentuk di atas gagasan bahwa konsep HAM merupakan hal yang melekat dan dimiliki semua orang tanpa ada pembedaan, bukan semacam komoditas yang harus diperoleh. Hukum internasional dan praktik-praktiknya tidak mengizinkan pembatasan yang luas, yang memiliki efek, atau digunakan untuk memberikan alasan terhadap praktik pelanggaran HAM yang juga dijamin di dalam Deklarasi ini. Sesungguhnya, hukum internasional mewajibkan kepada seluruh negara-negara anggota ASEAN untuk menjalankan tugasnya, terlepas dari “konteks nasional dan regional” yang mereka miliki, untuk menghormati dan melindungi semua kategori hak asasi manusia dan jaminan perlindungan kebebasan fundamental lainnya. 

Kelompok masyarakat sipil telah berulangkali menyatakan keprihatinan yang serius, baik pada proses penyusunan draf naskah Deklarasi maupun substansi isi dari sejak awal inisiatif penyusunan dokumen ini. AICHR hanya sempat 2 kali bertemu dengan organisasi masyarakat sipil ditingkat regional menjelang proses akhir pengesahan Deklarasi dan mengabaikan esensi penting dari rekomendasi di pertemuan tersebut. Sementara, beberapa dari representasi komisioner AICHR memang telah menggelar proses konsultasi dengan kelompok-kelompok mayarakat sipil  di tingkat domestik, namun rangkaian pertemuan tersebut kebanyakan sangat tidak efektif. Di beberapa negara bahkan tidak digelar proses konsultasi sama sekali. Kebanyakan dari proses penulisan draf dilakukan secara tertutup dan draf Deklarasi tidak pernah dibagi apalagi dipublikasikan untuk mendapatkan masukan konstruktif.

Bagi Pemerintah Negara Kamboja, pengadopsian Deklarasi yang tidak sempurna ini pada penyelenggaraan 21st ASEAN Summit di kota Phnom Penh akan mencerminkan ketidakmampuan peranannya dalam membangun mekanisme HAM di kawasan Asia Tenggara.

AICHR juga diharapkan bisa melakukan pelaksanaan pembuatan draf Deklarasi yang baru, dengan pendekatan transparan dan mengundang partisipasi yang bermakna dari masyarakat sipil, baik di tingkat nasional, regional dan internasional dalam proses penyusunannya.

Jika para anggota negara ASEAN menolak untuk melanjutkan proses penyusunan draf dan tetap melanjutkan pengadopsian dari Deklarasi yang digunakan saat ini, maka organisasi-organisasi masyarakat sipil akan tetap menolak Deklarasi tersebut, sekaligus mengutuk proses pengadopsiannya. Masyarakat di kawasan Asia Tenggara dan komunitas HAM internasional, maupun para pengampu kepentingan lainnya akan tetap melanjutkan untuk menggunakan pendekatan instrumen HAM internasional dalam menjamin praktik perlindungan HAM di ASEAN dan kawasan Asia Tenggara. 

Phnom Penh, 15 November 2012

Didukung oleh: 64 organisasi, dari Indonesia diantaranya KontraS, Elsham Papua, Imparsial, Indonesia for Humans, IESR, LBH Yogyakarta, SAMIN Indonesia, Urban Community Mission Jakarta dan Aosiasi Kewirausahaan Sosial Indonesia. Organisasi International diantaranya adalah Forum ASIA, Human Rights Watch, Amnesty International dan Federasi HAM Internasional (FIDH) dan ICJ.

Untuk pertanyaan lebih lanjut, silakan menghubungi:

    1. Haris Azhar, KontraS, tel: +6281513302342
    2. Yap Swee Seng, Asian Forum for Human Rights and Development, tel: +66 81 8689178 (Bangkok), +855 13 995545 (Phnom Penh)
    3. Ye Shiwei, International Federation for Human Rights, tel: +66896735265