Mendorong Dihentikannya Praktik Impunitas di Indonesia

Hal : Surat Terbuka Mendorong Dihentikannya Praktik Impunitas di Indonesia

Kepada Yang Terhormat,
Bapak Amir Syamsudin, SH.,MH.
Menteri Hukum dan HAM RI
Di-
Tempat

Dengan hormat,

Penyelesaian kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu hingga kini belum terselesaikan. Proses hukum atas kasus tersebut masih terhenti di Kejaksaan Agung. Semua berkas hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) belum ditindak lanjuti oleh Jaksa Agung dengan penyidikan sebagaimana perintah dari Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang menyatakan bahwa Komnas HAM lembaga yang berwenang melakukan penyelidikan dan Jaksa Agung melakukan penyidikan.

Terhambatnya proses penegakan hukum mengakibatkan terabaikannya hak atas keadilan korban. Situasi tersebut tidak boleh dibiarkan terus menerus berlalu tanpa kejelasan. Terlebih praktik impunitas (kejahatan tanpa hukuman) atas kasus pelanggaran HAM berat masa lalu sudah berlangsung hampir 14 (empat) belas tahun. Praktik impunitas harus segera diakhiri untuk menjamin akuntabilitas hukum dan keadilan korban.

Sementara itu, praktek impunitas dalam banyak kasus penyiksaan juga masih terus berlangsung, meski pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi anti Penyiksaan. Dalam evaluasinya, praktek tersebut tidak sejalan dengan upaya penghukuman yang berlangsung di internal institusi baik polisi maupun militer. Hal ini tentunya berkaitan dengan perundang-undangan yang belum mengkriminalisasi praktek penyiksaan di Indonesia.

Atas peristiwa diatas tersebut, tentunya pemulihan menjadi satu agenda penting bagi pemerintah, mengingat pemulihan adalah hak-hak para korban pelanggaran HAM. Hingga hari ini, para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM belum memperoleh pemulihan, mengingat mekanisme dan terobosan belum dilakukan oleh pemerintah. Dalam pelanggaran berat HAM masa lalu, misalanya penghilangan paksa, rekomendasi DPR terkait pencarian 13 orang yang hilang belum di tindaklanjuti, termasuk agenda pemulihan pada kasus tragedy 65, kasus Talangsari Lampung, kasus Tanjung Priok, Kasus Mei 1998. Kasus Trisaksi-Semanggi I&II, Wasior Wamena. Pada beberapa kasus penyiksaan, pemulihan juga tidak menjadi satu mekanisme terkait ketika pelaku kemudian terbukti telah melakukan tindakan penyiksaan.

Untuk mengecam masih berlangsungnya praktik impunitas, pada setiap  tanggal 23 November komunitas internasional memperingati Hari Anti Impunitas Internasional sebagai bentuk keprihatinan atas masifnya praktik impunitas khususnya dalam kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Dalam rangka Hari Anti Impunitas Internasional, kami Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama korban dari Timor Leste, pendamping korban dari Bosnia serta korban pelanggaran HAM berat masa lalu, khususnya Aceh mendesak Menteri Hukum dan HAM untuk:

  1. Mendorong  Jaksa Agung untuk segera melakukan penyidikan atas kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang telah diselidiki oleh Komnas HAM
  2. Mendorong adanya terobosan kebijakan dalam mengkriniminalisasi praktek penyiksaan, mengingat revisi KUHAP/KUHP yang masih membutuhkan waktu panjang
  3. Mendorong sebuah kebijakan pemulihan korban yang sesuai dengan prinsip hak-hak korban

 

Demikian hal ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, 21 November 2012
Badan Pekerja,

 

Sri Suparyati, SH.,LLM.
Wakil I Koordinator KontraS