Mendorong Praktik Impunitas Dihentikan

Hal : Surat Terbuka Mendorong Praktik Impunitas Dihentikan

Kepada Yang Terhormat,
Ketua Komnas HAM RI
Di-
Tempat

Dengan hormat,

Penyelesaian kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu hingga kini belum tertuntaskan. Proses hukum atas kasus tersebut masih terhenti di Kejaksaan Agung. Semua berkas hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) belum ditindak lanjuti oleh Jaksa Agung dengan penyidikan sebagaimana perintah dari Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang menyatakan bahwa Komnas HAM lembaga yang berwenang melakukan penyelidikan dan Jaksa Agung melakukan penyidikan.

Kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang yang mandek di Kejaksaan Agung antara lain; Peristiwa Trisakti, Semanggi I 1998 dan Semanggi II 1999, Peristiwa Mei 1998, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa periode 1997-1998, Talangsari 1989, Peristiwa 1965-1966 dan Penembakan Misterius 1981-1984 serta kasus Wasior 2001 dan Wamena 2003 yang terjadi pasca UU No 26 tahun 2000 disahkan. Terhambatnya proses penegakan hukum mengakibatkan terabaikannya hak atas keadilan korban. Situasi tersebut tidak boleh dibiarkan terus menerus berlalu tanpa kejelasan. Terlebih praktik impunitas (kejahatan tanpa hukuman) atas kasus pelanggaran HAM berat masa lalu sudah berlangsung hampir 14 (empat) belas tahun. Praktik impunitas harus segera diakhiri untuk menjamin akuntabilitas hukum dan keadilan korban.

Di sisi lain praktek impunitas dalam banyak praktek penyiksaan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum masih terus berlangsung hingga kini meskipun Pemerintah Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan Convention Against Torture melalui UU No 5 tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Anti Penyiksaan pada 28 September tahun 1998. Dalam evaluasinya, praktek tersebut tidak sejalan dengan upaya penghukuman yang berlangsung di internal institusi baik polisi maupun militer. Hal ini tentunya berkaitan dengan perundang-undangan yang belum mengkriminalisasi praktek penyiksaan di Indonesia. Situasi ini jelas memperburuk kondisi penegakan hukum dan penghormatan atas HAM.

Selanjutnya rekomendasi dari Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) antara Indonesia dan Republik Demokratik Timor Leste belum ditindaklanjuti. Presiden melalui Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Implementasi Rekomendasi pada 6 Oktober 2011 sebagaimana disebut dalam pasal 2 ayat (1) huruf a dan b:  (a)”menuntaskan penyelesaian persoalan masa lalu Indonesia dan Timor Leste serta memajukan hubungan bilateral antara rakyat dan pemerintah kedua negara dalam semangat persaudaraan, persahabatan, kemitraan, rekonsiliatif dan berwawasan ke depan”. (b).”mengupayakan langkah-langkah pencegahan agar tidak terulang kembali peristiwa serupa sebagai mana terjadi di Timor-Timur tahun 1999 yang tercantum dalam laporan akhir KKP, melalui reformasi kelembagaan, legislasi nasional dan pengembangan kapasitas”. Sudah 1 tahun lebih Perpres ini berjalan, namun kami menilai belum ada agenda yang jelas dari Pemerintah Indonesia untuk menindak lanjuti rekomendasi tersebut, terutama pada rekomendasi ke-5 perihal pembentukan komisi untuk orang hilang.

Kondisi tersebut diperparah lagi dengan kondisi kekerasan di wilayah Aceh dan Papua yang masih terus berlangsung. Khusus untuk kekerasan di Aceh dan Papua, Komnas sudah membuat kajian dan pemantauan atas kasus kekerasan militer namun belum ditindak lanjuti oleh Komnas HAM ke tahap penyelidikan (pro-yustisia) sebagaimana kewenangan Komnas HAM dalam melakukan penyelidikan sesuai dengan UU No 26 tahun 2000. Sehingga praktik impunitas atas kekerasan yang terjadi di wilayah tersebut bisa segera diakhiri untuk menjamin keadilan korban dan rasa aman bagi publik.

Untuk mengecam praktik impunitas, komunitas internasional memperingati Hari Anti Impunitas Internasional yang jatuh pada 23 November sebagai bentuk keprihatinan atas masifnya praktik tersebut terutama dalam kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.  Dalam rangka Hari Anti Impunitas Internasional, kami Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama pendamping korban dari Bosnia serta korban pelanggaran HAM berat masa lalu dari berbagai kasus mendorong Komnas HAM memberikan perhatian serius atas praktik impunitas yang telah terjadi selama ini.

Mendasarkan pada hal tersebut, kami mendesak Komnas HAM untuk :

  1. Mendorong Jaksa Agung segera melakukan penyidikan atas kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang telah diselidiki oleh Komnas HAM
  2. Mendorong Pemerintah Indonesia terutama Presiden RI dan bekerjasama dengan Komnas HAM Republik Demokratik Timor Leste untuk menindaklanjuti rekomendasi Komisi Kebenaran dan Persahabatan demi menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi korban
  3. Mendorong hasil kajian dan pemantauan atas kasus kekerasan di Aceh dan Papua untuk ditindak lanjuti ke tahap penyelidikan sesuai dengan UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM sebagai bagian dari upaya penegakan hukum dan penghormatan HAM serta menghapus praktik impunitas
  4. Menginisiasi terobosan kebijakan dalam mengkriniminalisasi praktek penyiksaan

 

Demikian hal ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, 21 November 2012
Badan Pekerja KontraS,

 

Sri Suparyati, SH.,LLM.

Wakil I Koordinator