KontraS Desak Indonesia Ratifikasi ICAED

Skalanews- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS, mendesak pemerintah untuk meratifikasi International Covenant against enforced disappearance atau Kovenan Internasional untuk Pencegahan Penghilangan Orang Secara Paksa.

Padahal, kata Koordinator KontraS, Haris Azhar, Indonesia sudah menandatangani perjanjian ICAED sejak dua tahun lalu.

Penandatangan itu dilakukan oleh Menteri Luar Negeri, Marty Natalagawa di New York City.

Dari 90 lebih negara yang sudah menandatangani, baru 37 negara yang sudah meratifikasinya menjadi hukum nasional di negaranya.

"Di antaranya Meksiko dan Philipina, dua negara di mana penghilangan orang secara paksa banyak terjadi," kata Haris dalam siaran pers yang diterima, Minggu (23/12).
Namun Indonesia, kata Haris, meski telah menandatangani ICAED tak juga kunjung meratifikasinya.

Padahal upaya untuk meratifikasi, kata Haris, sudah direkomendasikan oleh Pansus Orang Hilang ke Presiden sejak 2009. "Dan dicantumkan dalam Rencana Aksi Nasional HAM yang disusun oleh Kementerian Hukum dan HAM," kata Haris.

KontraS khawatir, enggannya pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk melakukan ratifikasi ICAED lantaran masih kuatnya birokrasi yang mendukung penutupan kasus-kasus penghilangan orang.

Padahal, menurut Haris, ratifikasi itu menjadi bagian dari bukti komitmen global untuk memerangi impunitas (kejahatan tanpa hukuman) dan mewujudkan kebenaran untuk korban, keluarga korban dan masyarakat luas.

Di Indonesia, bebernya, masih ada ribuan orang yang hilang akibat kejahatan politik.

"Catatan KontraS setidaknya masih ada 1.400 orang hilang," ujarnya.

Haris mencontohkan dilakukannya penggalian 20 titik lebih kuburan massal di Aceh pasca konflik di sana. KontraS juga mendapati adanya lebih dari 14 titik kuburan massal dari peristiwa 1965 di Jawa Tengah.

Berdasarkan temuan-temuan itu, KontraS menilai penolakan ratifikasi oleh Indonesia merupakan bentuk ketertutupan pemerintah pada konsep ‘Truth’ (kebenaran).

Karena menurut Haris, dengan menjadikan ICAED sebagai hukum nasional lewat ratifikasi, akan berkontribusi pada perbaikan kondisi HAM, sistem hukum pidana Indonesia dan pemenhan hak korban.

Karena itu, KontraS meminta agar pemerintah Indonesia segera menunaikan kewajiban konstitusinya memenuhi HAM dan kewajiban globalnya untuk segera ratifikasi ICAED. (Andrian Gilang/ mvw)