Polisi: Tak ada diskriminasi dalam kasus Rasyid Rajasa

Polisi membantah bertindak diskriminatif dalam kasus kecelakaan dengan tersangka Rasyid Amrullah Rajasa, anak menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa pada Selasa pagi di Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta.

Tudingan perlakuan khusus dilontarkan melalui berbagai media sosial dan media, karena polisi dianggap mengistimewakan Rasyid, anak termuda Hatta Rajasa berusia 22 tahun itu.

Dibanding dengan kasus kecelakaan lain yang juga mengakibatkan jatuhnya korban, seperti kasus dengan tersangka Afriyani Susanti dan Novi Amalia, Rasyid tidak langsung ditahan atau dibuatkan Berita Acara Pemeriksaannya.

"Tiap kasus itu berbeda, jangan disamaratakan," tegas Komisaris Besar Polisi Rikwanto, Humas Kepolisian Jakarta yang menangani kasus ini.

"Kita tidak ada perlakuan istimewa, setelah tersangka dinyatakan sehat akan langsung kita proses," tambah Rikwanto.

Rasyid diizinkan polisi menjalani perawatan di rumah sakit yang dirahasiakan untuk mengatasi sakit ‘maag berat’ dan ‘trauma fisik serta psikis’ akibat kecelakaan pagi setelah malam tahun baru tersebut.

Izin perawatan ini adalah salah satu hal yang dipersoalkan pengkritik polisi karena dianggap sebagai bentuk pengistimewaan terhadap putra pejabat tinggi seperti Rasyid Rajasa.

‘Tiga kelas’

Rasyid, 22, masih bersekolah di London, Inggris

Pengamat Harris Azhar menilai sikap polisi dalam kasus ini menunjukkan kebiasaan aparat selama puluhan tahun dalam memilah kasus kriminal yang dihadapinya.

"Ada tiga kelas kasus yang ditangani polisi: pertama yang melibatkan orang biasa, kedua yang melibatkan orang yang punya uang, ketiga kasus yang melibatkan tokoh terkenal atau pejabat berkuasa," kata Harris.

Polisi akan bertindak sigap cenderung represif pada kasus pertama, tegas Harris yang juga pegiat dalam Koalisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

Dalam kasus menyangkut kelas kedua, polisi menurut Harris akan lebih hati-hati tetapi sekaligus menjadikan tersangka sebagai ‘sapi perah’. Namun dalam kasus kelas ketiga, polisi akan bertindak sangat hati-hati karena tidak mau terlihat menjelek-jelekkan si tersangka.

"Intinya ini bentuk buruk muka penegakan hukum di Indonesia lah," tegasnya.

Pengamat kepolisian bambang Widodo Umar juga menyoroti bagaimana kepolisian sangat rentan terhadap ‘pengaruh politik’.

Untuk membantah tudingan diskriminatif, menurut Bambang polisi mestinya bertindak lebih proaktif bukannya menutup barang bukti kendaraan mewah yang menabrak kendaraan korban.

"Justru TKP mestinya diteliti dengan cermat, bagaimana bekas rem, berapa kecepatan kendaraan, untuk kepentingan menuntutn analisis," kata Bambang.

Tudingan menutupi barang bukti akhirnya dibantah polisi dengan menunjukkan mobil BMW seri X-5 yang dikendarai Rasyid kepada wartawan pada Rabu (2/1) di halaman Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Pancoran Jakarta.

‘Sekitar 100km/jam’

Menurut polisi Rasyid Rajasa menabrak sebuah mobil Daihatsu Luxio setelah merayakan tahun baru hingga Selasa subuh.

Polisi menyebut dugaan tersangka menabrak karena mengantuk, bukan karena sebaba lain meski pada hari Selasa (1/1), polisi belum mengumumkan hasil uji sampel air seni Rasyid.

Mobil BMW bernomor B 272 HR yang dikendarai Rasyid menewaskan dua korban termasuk balita berusia satu setengah tahun, setelah melaju dengan kecepatan tinggi di jalan tol.

"Kecepatannya 80km/jam, mungkin sekitar 100km/jam," kata Rikwanto.

Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan menyerahkan seluruh proses hukum terhadap anaknya pada polisi dan berjanji menanggung ganti rugi dan perawatan para korban.

Dengan sangkaan tiga pasal sekaligus, termasuk kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, anak Hatta yang kini berstatus mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di London itu terancam hukuman lima tahun penjara