Penembakan Di Papua Karena Buruknya Penegakan Hukum

[JAKARTA] Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan bahwa peristiwa penembakan terhadap anggota TNI dan warga sipil di Papua akibat buruknya penegakan hukum di daerah tersebut.

"Peristiwa pembunuhan terhadap 12 orang, merupakan akibat dari buruknya penegakan hukum di Papua," kata Koordinator Kontras, Haris Azhar, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (25/2).

Menurut Haris Azhar, peristiwa tersebut membuat Kontras mempertanyakan peran dan kinerja kepolisian dalam penegakan hukum di Papua, khususnya untuk kasus-kasus yang sensitif.

Kontras juga menyatakan duka cita dan prihatin terhadap tewasnya delapan anggota TNI dan empat warga sipil di wilayah Puncak Jaya, Papua, pada 21 Februari 2013.

Bagi Kontras, ujar dia, rangkaian kekerasan berupa penembakan dan perampasan senjata merupakan kejahatan yang seharusnya direspons dengan upaya penegakan hukum.

"Ironisnya, terhadap kejahatan-kejahatan di atas tidak pernah ada proses hukum yang transparan, dan bisa memberikan kontribusi terhadap penurunan angka kekerasan di Papua," katanya.

Ia juga mempertanyakan model operasi dan instruksi pengamanan yang diterapkan di Papua, mengingat banyaknya jumlah korban yang berjatuhan.

Untuk itu, Kontras mendorong Polri untuk memenuhi kriteria-kriteria sebagaimana diatur dalam sistem hukum pidana di Indonesia, termasuk menyertakan Komnas HAM dan Kompolnas dalam operasi penegakan hukum untuk peristiwa di Puncak Jaya.

"Kedua komisi negara ini memainkan peran pengawasan serta merta," katanya.

Kontras dalam hal ini amat mendukung pemerintah dan struktur sektor keamanan di bawahnya (Polri, TNI dan BIN) untuk merespons situasi di Papua dengan cara dan kebijakan yang menghormati prinsip-prinsip hukum.

Sebagai pelengkap upaya penegakan hukum, LSM tersebut juga meminta negara saat ini untuk memberikan jaminan pemenuhan hak-hak korban, baik bagi TNI dan Polri, maupun warga sipil yang menjadi korban.

"Secara khusus kami meminta DPR RI untuk menggelar pemeriksaan intensif dan termasuk mengontrol model operasi keamanan di Papua yang telah dan masih dilakukan TNI, Polri dan BIN," katanya. [Ant/L-8]