KontraS: SBY Cuma Diam Soal Kasus Pelanggaran HAM

JAKARTA, PESATNEWS- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Ikatan Keluarga Korban Orang Hilang Indonesia (IKOHI) serta perwakilan korban dan keluarga korban Pelanggaran HAM berat masa lalu mengecam sikap diam pemerintah Soesilo Bambang Yudhoyono atas penyelesaian berbagai kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat dimasa lalu.

KontraS meminta agar Presiden segera; Pertama, menerbitkan Keppres Pembentukan Pengadilan HAM Ad hoc untuk kasus Penghilangan Orang secara paksa. Kedua, segera meminta Kejaksaan Agung melakukan Penyidikan atas 6 berkas kasus Pelanggaran HAM yang berat hasil dari Komnas HAM.

Sikap diam SBY bertahun-tahun ini merupakan pembiarkan terhadap para pelaku dan penanggung jawab kasus-kasus tersebut berkeliaran ditengah masyarakat, bahkan sampai mendirikan partai politik, mencalonkan diri menjadi Presiden atau bahkan diangkat menjadi pejabat publik, sekelas (wakil) menteri seperti Sjafrie Sjamsoeddin. Presiden SBY selama menjadi Presiden tidak pernah meminta Jaksa Agung, sebagai anggota kabinetnya, untuk menindaklanjuti berkas-berkas penyelidikan kasus pelanggaran HAM yang berat sebagaimana yang sudah dirampungkan oleh Komnas HAM.

"Bagi kami, cukup mengagetkan sekaligus berkah ditengah hampa keadilan ketika Pemerintah lewat Menko Polhukam melakukan rangkaian rapat dengan pimpinan DPR RI untuk mendiskusikan rencana pengadilan HAM ad hoc untuk kasus Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998. Disatu sisi, kami menganggap bahwa rencana ini baik dan sesuai tuntutan kami, para pendamping hukum dan para korban, bahwa kasus kekejaman penghilangan orang secara paksa memang harus dituntaskan," is pernyataan KontraS dalam rilisnya, Selasa (26/2).

Hal ini adalah amanat konstitusi dan hukum. Namun disisi lainnya, kami khawatir justru ini digunakan sebagai alat politik semata, bagi kelompok politik yang berlindung dibalik pemerintahan SBY hari ini untuk mendelegitimasi calon-calon kandidat Presiden yang namanya naik diberbagai survey politik tapi juga dianggap memiliki catatan pelanggaran HAM yang berat dimasa lalu seperti Wiranto dan Prabowo Soebijanto.

"Kami ingin menegaskan bahwa Kami tidak mau kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat dimasa lalu dijadikan tawar menawar politik oleh siapapun. Agenda kami jelas bahwa kejahatan, sebagaimana yang terjadi di masa lalu, harus dituntaskan semata-mata karena memang menjadi hak para korban dan menjadi kewajiban negara. Oleh karenanya 1 tahun masa jabatan ini harus digunakan untuk membuat langkah yang konkrit," tambah isi pernyataan tersebut.

Pertama, hormati dan laksanakan UU nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM; Kedua, Tegakan hukum tanpa pandang bulu dan membeda-bedakan kasus dan korban, maka Presiden harus tuntaskan kasus-kasus yang sudah diberkas oleh Komnas HAM. kasus-kasus tersebut adalah; kasus Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, kasus Trisakti-Semanggi 1 (1998) dan Semanggi 2 (1999), Rusuh Mei 1998, Talangsari 1989, Penembakan Misterius 1980-an, Pembunuhan massal 1965.

Dengan dua pendekatan diatas, kami yakin unsur politisasi akan terhindar dari penegakan HAM di Indonesia, sekaligus tidak menempatkan Korban sebagai nilai tawar politik.[rvn/jik]