Kontras: Polisi Masih Jadi Aktor Utama Kekerasan

Jakarta â?? Menurut Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan sepanjang tahun 2012 setidaknya tedapat 700 peristiwa kekerasan dengan korban mencapai  2000 orang.

Kontras juga menuding polisi masih menjadi aktor utama yang melakukan kekerasan. 

Sedangkan jika di lihat per daerah, Papua masih menjadi daerah yang paling ringkih terjadi kekerasan. Hal ini diperparah oleh cara pandang Jakarta terhadap Papua yang segregatif. 

Papua dilihat sebagai basis separtisme. Padahal di sisi ketidak puasan masyarakat atas pelayanan dan perlindungan hukum yang minim menjadi penyebab utama. 

Laporan Kontras juga menyebut kelompok minoritas masih sangat mudah menjadi korban kekerasan. “Minoritas itu tidak memiliki akses informasi penegakan hukum, minoritas keetnisan, minoritas keagamaan, minoritas politik dan minoritas ekonomi akan dengan mudah mengalami kekerasan,” kata Haris Azhar, Rabu (20/3).

Kontras juga mencatat isu sumber daya alam, kebebasan beragama dan berkeyakinan juga dominan menunjukan warga masyarakat sangat mudah kalah oleh kepentingan perusahaan dan kelompok mayoritas. Negara, lewat aktor keamanan justru melindungi perusahaan-perusahaan dan kelompok yang intoleran. 

“Kebijakan negara merespon situasi ini tidak menuju sebuah pembenahan profesionalisme aparatnya, justru yang terjadi adalah penguatan instrumen keamanan atau penindakan,” kata Haris menambahkan.

Kontras juga menyoroti RUU Kamnas yang menujukan keresahan pemerintah dan TNI untuk mengambil alih peran polisi yang memburuk. Bukannya memperbaiki polisi pemerintah justru ingin menempatkan TNI semakin kuat ke ranah penindakan keamanan dalam negeri.

“Ini semakin menguatkan posisi TNI sebagaimana dijamin dalam UU Penanganan Konflik Sosial, UU nomor 17 tahun 2012,” kata Haris. 

Sementara itu setelah diberlakukannya UU PKS konflik sosial justru makin merebak. Sedangkan masyarakat sipil perannya akan diperkecil dengan UU Organisasi Massa.  

Haris menyebut semua peristiwa yang menghasilkan penderitaan dan kerugian, tidak ada upaya pemulihan atas hak korban dan masyarakat. “Tindakan hukum nyaris nol. Kalaupun ada, upaya tersebut sangat selektif; setelah mendapatkan desakan publik dan media, baru-lah kemudian koreksi dilakukan,” kata Haris menambahkan.

Kontras juga menilai institusi Polri dan TNI masih menikmati keistemewaan melindungi anggota-anggotanya yang melakukan kekerasan. Hal ini merupakan warisan dan sudah membudaya