Operasi Penyerangan Berpola “Buntut Kuda”

JAKARTA – Koordinator KontraS, Haris Azhar, menilai, aksi operasi penyerangan empat tahanan di Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta berpola buntut kuda.

Dijelaskan, serangan itu sangat rapi dan terencana. Penyerang juga memiliki banyak informasi tentang situasi Lapas. Operasi itu hanya 15 menit. Bahkan, ada time keeper-nya.

"Ada saksi yang melihat satu penyerang itu melihat jam terus. Ini sistem penyerangannya kayak buntut kuda," kata Haris, didampingi Direktur Program Imparsial, Al Araf, Peneliti Elsam, Wahyudi, dan Alex Albert dari LBH Jakarta, dalam konferensi  pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, Minggu (24/3), di Jakarta.

Menurutnya, sistem buntut kuda itu ditandai dengan semakin mengerucutnya operasi.

Awalnya ada 17 orang terindenfikasi masuk ke Lapas. Mereka berbagi tugas. Ada yang melakukan penyanderaan petugas lapas kemudian masuk ke "pagar kedua".

"Kemudian, tinggal satu orang yang tugasnya mengeksekusi," kata Haris yang baru pulang usai berkunjung ke lokasi.

Dia mengatakan, besar kemungkinan masih ada orang lain, selain 17 penyerang yang masuk ke Lapas itu.

"Informasi yang saya dapatkan dari kunjungan ke sana, memang ada tiga truk datang ke lokasi. Tapi, informasi ini masih perlu diklarifikasi lebih jauh," terang Haris.

Ia mengatakan, penyerang juga sangat paham lokasi. Sebab, kata dia, yang diincar hanya dua hal saja. Pertama, mencari empat orang pelaku di sel, kemudian CCTV. Pelaku tidak melumpuhkan CCTV terlebih dahulu, tapi melakukan eksekusi.

Menurutnya, sipir Lapas juga dianiaya kemudian diseret ke lantai dua, di ruang Kalapas untuk mengambil CCTV. Setelah menjebol dan merusak, mereka ambil CCTV kemudian langsung keluar.

"Setelah 15 menit melakukan penyerangan, baru mereka mencari CCTV," ungkapnya.

Menurut Haris, saat eksekusi jumlah penghuni sel A5 itu berisikan 35 orang. Sontak saja, para penghuni  kocar-kacir.

Akhirnya, empat korban terpisah setelah tahanan lain diancam kalau tidak memberitahu dimana empat orang itu.

"Kemudian empat orang ini dieksekusi dengan senapan laras panjang," tegas Haris.

Ia juga menyatakan, lokasi Lapas sangat memungkinkan untuk operasi malam hari. Sebab, letaknya bukan jalan utama.

Namun, kata dia, malam itu antara sekitar pukul 00.30 hingga 01.00 warga mendengar bunyi tembakan.

Haris menyatakan, para penyerang juga awalnya mengaku membawa surat dari Polda Yogyakarta. Kemudian, mengetuk pintu Lapas  dengan alasan mau berkoordinasi soal 11 tahanan, termasuk empat yang dieksekusi penyerang yang dibawa dari Polda Yogyakarta siang harinya.

Haris meminta polisi bertanggungjawab, kenapa pada Jumat (22/3) mengirim empat tahanan itu ke Lapas.

"Informasi yang saya terima, hampir tidak pernah ada polisi dalam kurun waku tiga hari mengirim tahanan ke Lapas," ujarnya.

Biasanya, sambung dia, yang menitip ke Lapas itu adalah kejaksaan. Sebab, kejaksaan tidak punya cukup banyak tempat menahan orang. "Polisi mungkin pernah, tapi bukan modus umum," katanya.

Dari peristiwa itu, Haris menyatakan, harus ada proses hukum, terutama menguji soal motif balas dendam.

"Karena yang dieksekusi itu empat orang pelaku yang diduga membunuh salah satu (oknum) anggota Kopassus, Sertu Heru Santosa," ujarnya.

Kemudian, harus juga diuji soal dugaan penggunaan alat tempur senjata api. Sebab, kata dia, diduga ada penggunaan alat tempur dalam eksekusi. Bukan dari senjata biasa.

"Polisi juga temukan 30 butir peluru. Kalau dilakukan uji balistik itu bisa menunjukkan peluru itu keluar dari senjata mana," katanya.

Kemudian, kata dia, juga harus diuji soal apakah benar ada mobilisasi pasukan bersenjata.

Menurutnya, Pangdam setempat dalam apel pagi sudah bertanya dan tidak ada jajarannya yang mengaku.

Karenanya, kata Haris, harus diuji pendekatan penegakan hukum, bukan diuji dalam rangkaian komando.

"Uji tentang adakah mobilisasi pasukan, adakah komando kecil yang memobilisir pasukan, adakah kelompok yang menggunakan senjata milik Polri dan TNI," ujarnya.

Dia pun meminta jajarang Polda Yogyakarta diperiksa, terkait pemindahan tahanan hanya dalam waktu tiga hari ke Lapas. "Apa alasannya," tegasnya.

Kemudian, kata dia, soal tidak ada bantuan keamanan, pasca penyerahan 11 tahanan pada siang hari juga harus dipertanyakan.

Menurutnya, Kalapas sudah menghubungi Polda dan dinyatakan akan siap back up. Namun, kata dia, ternyata sampai malam tidak ada back up bantuan.

"Kalapas berpikir positif mungkin yang dikirim petugas intel, tapi ternyata tidak ada," kata dia.

Kemudian, lanjut Haris, harus diuji apakah Polda DIY akan tahu ada rencana eksekusi empat tahanan itu, sehingga mereka limpahkan ke Lapas.

Seperti diketahui, empat tahanan tewas dalam sebuah rangkaian operasi penyerangan oleh orang tak dikenal, di Lapas Cebongang, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (23/4), dinihari.

Keempatnya merupakan pelaku yang diduga pelaku pembunuhan salah satu oknum anggota Kopassus, di Hugo"s Cafe.

Sampai saat ini belum jelas siapa pelaku dan apa motifnya. Polisi masih terus mengusut kejadian yang banyak disesalkan berbagai pihak ini.