Tentang Revisi UU Peradilan Militer, DPR Tunggu Pemerintah

Jakarta – Peluang untuk merevisi UU 31/1997 tentang Peradilan Militer (Permil) sangat terbuka. DPR akan membentuk panitia khusus (pansus) revisi UU Permil jika memang ada niat untuk melakukan revisi. Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin di Jakarta, Selasa (26/3).

"Pemerintah harus masukan RUU revisi UU Permil karena itu merupakan usulan pemerintah. Dari dulu RUU itu perlu direvisi. Kalau ada keinginan bisa saja. Dulu sempat ada pansus gabungan Komisi I dan Komisi III," kata Aziz.

Dia menambahkan, oknum TNI yang melakukan tindak pidana umum nantinya akan diproses dalam peradilan umum. "Kalau di RUU Permil, bagi oknum TNI yang lakukan tindak pidana umum, peradilannya adalah peradilan umum, dalam RUU yang dulu begitu bunyinya," imbuh Ketua DPP Partai Golkar ini.

Seperti diberitakan, desakan revisi UU Permil disampaikan sejumlah kalangan. Sebab, berdasarkan data Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) saja, dalam kurun 2004 hingga 2013, sekitar 87 kasus tindak kekerasan melibatkan anggota militer.

Koordinator KontraS Harris Azhar di Jakarta, Senin (25/3), mengaku kecewa karena revisi UU Permil tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2011. Padahal, revisi UU itu dapat menjerat tindak kesewenang-wenangan militer.

"Revisi UU Peradilan Militer itu harus dijadikan agenda dari reformasi militer dan peradilan. Karena jika kita masih menggunakan UU 31/1997, anggota militer tidak akan bisa diseret ke pengadilan HAM, pengadilan korupsi, dan pengadilan hukum lainnya," kata Harris.

Dia mengungkapkan, berbagai peristiwa hukum yang melibatkan militer tidak pernah tuntas. Dia juga mempertanyakan kebijakan untuk memproses semua anggota militer yang diduga melakukan pelanggaran di pengadilan militer.

"Semua pelaku kejahatan dan kekerasan itu proses hukumnya di pengadilan militer. Semua diproses di sana, dari adu ayam sampai maling. Semua ke sana. Padahal pelanggaran hukum yang dilakukan oknum militer tersebut tidak ada kaitannya sama sekali dengan tugas kemiliteran yang bersangkutan," tegasnya.

Dia menambahkan, para pelaku tindak pidana dari kalangan militer tidak mendapat hukuman yang maksimal. "Mereka merasa di atas angin, tidak bisa dijangkau oleh hukum. Justru mereka terkesan kebal hukum," kata Harris.