Amnesty International: Bentuk Qanun Komisi Kebenaran Aceh

JAKARTA – Setelah konflik antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka, maka hingga hari ini para korban dan keluarga masih mencari kebenaran, keadilan, dan reparasi pemulihan penuh setelah delapan tahun MoU Helsinki.

Laporan yang berjudul, "saatnya menghadapi masa lalu" (Time To Face the Past) korban 10.000 dan 30.000 orang selama konflik DOM Aceh.

Hadir dalam siaran pers ini, Isabelle Arradon dari Amnesti International, Haris Azhar; Ketua KontraS, Murtala; perwakilan keluarga, data korban, Destika Gilang, dari KontaS Aceh, Kamis (18/4) di Hotel Arya Duta Jakarta Pusat.

Murtala mewakili keluarga korban konflik Aceh mengatakan, "sampai hari ini, keluarga korban masih trauma, dan banyak tidak tahu kuburan keluarga yang hilang, ini nanti anak-anak ini akan menanyakan ayahnya," ujar Murtala.

Maka bagi kami itu, tabu di Aceh korban pemerkosaan mengahadapi traumanya, bagaimana masalah ini agar korban bisa mendapatkan kaknya.

Kami minta, perbaikan harkat dan martabat bagi korban, sementara DPR Aceh akan membentuk Qanun Komisi Kebenaran Aceh (KKA) sesuai dengan (MoU) Helsinki.

Destika Gilang dari KontraS Aceh mengatakan terima kasih pada Amnesty International, karena laporannya telah membantu kerja kami terhadap para korban kekerasan konflik Aceh.

Kasus rumah Gedung Pos taktis Kopasus, disitu terjadi pemerkosaan, dan penyiksaan, dan pembantaian terhadap satu keluarga di Jamboe Kepuk di Aceh pada tahun 2003 dengan dibunuh 12 orang, dan dibakar hidup-hidup.

Dan hingga saat ini proses sekarang kami sudah ada Pokja, dan dua perwakilan masyarakat sipil Aceh, untuk proses pembuatan KKA, dan ini bisa didirikan di akhir tahun 2013 ini.