Kontras Menyayangkan Sikap Abstain Indonesia Dalam Konperensi PBB Mengenai Traktat Perdagangan Senjata

Kontras Menyayangkan Sikap Abstain Indonesia

Dalam Konperensi PBB Mengenai Traktat Perdagangan Senjata

 

Kontras menyayangkan sikap abstain Indonesia dalam Traktat Perdagangan Senjata (Arms Trade Treaty/ATT) yang diadakan pada tanggal 18-28 Maret 2013 in New York, Amerika Serikat. Seharusnya Indonesia dapat lebih berkontribusi dalam kemajuan HAM skala internasional melalui dukungan dalam Traktat ini. Traktat perdagangan senjata konvensional lintas negara ini dapat menjadi langkah preventif agar senjata yang diperjualbelikan tersebut tidak digunakan untuk mencederai kemanusiaan.

Sebanyak 154 negara mendukung perjanian ini, dimana 3 negara secara gamblang menolak (Korea utara, Suriah, Iran) dan 23 negara lainnya menyatakan abstain, termasuk Indonesia. 23 Negara yang menyatakan abstain tersebut, jika dilihat lebih dalam, beberapa diantaranya merupakan negara-negara yang memiliki kerentanan dalam permasalahan HAM di negaranya, contohnya saja Myanmar, Srilanka, Sudan, Mesir. Posisi Indonesia yang abstain dalam Traktat ini mencerminkan bahwa Indonesia tidak menunjukan komitmen untuk turut memajukan HAM secara universal.

Arms Trade Treaty dapat dijadikan sebagai salah satu kontrol Indonesia untuk tidak menggunakan senjata api atau lainnya untuk tujuan-tujuan diluar fungsi yang telah diatur dan diperbolehkan. Dalam konteks Indonesia, penggunaan senjata telah memasuki tahap dan situasi yang meresahkan. Pada laporan tahunan kontraS, pada tahun 2012 terdapat sekitar 704 peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh Polri dan 94 peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh TNI.
Polri menjadi salah satu instansi yang melakukan banyak peristiwa kekerasan dengan menggunakan senjata api, seperti pada isu penanganan demokrasi, tindak kekerasan di Papua, dan kekerasan yang dilakukan terhadap terduga teroris. Bahkan penggunaan senjata api juga seringkali memakan korban anak-anak, sebagaimana pada kasus Fatir Muhammad dan Randy terkena peluru nyasar aparat kepolisian.

Secara positif Traktat ini dapat menjadi pintu gerbang untuk memajukan HAM dalam skala domestik bagi Indonesia. Aturan didalamnya dapat melindungi hak-hak warga sipil dari penyalahgunaan senjata yang dilakukan aktor negara maupun aktor non-negara, misalnya untuk praktek genosida, kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, ataupun terorisme.

Dengan turut sertanya Indonesia menjadi negara pihak dalam perjanjian perdagangan senjata, maka kontrol pemerintah dalam penggunaan senjata agar tidak melanggar HAM akan lebih diperketat, atau jika tidak, pemerintah sendiri yang akan kewalahan dalam menerima sanksi internasional. Sebagai negara demokratis yang menjunjung tinggi HAM, sudah seharusnya Indonesia mendukung isi dari Traktat Perdagangan Senjata untuk kemajuan ham internasional yang secara domestik penerapannya dapat mengurangi rentannya penggunaan senajata dalam kekerasan HAM dalam negeri.

 

Jakarta, 22 April 2013

Badan Pekerja KontraS

Haris Azhar
Koordinator