Ketegasan Salah Arah Pengadilan Militer Atas Vonis Pidana Mati Prada Mart

Ketegasan Salah Arah Pengadilan Militer Atas Vonis Pidana Mati Prada Mart

KontraS mengecam vonis mati terhadap anggota TNI AD Prada Mart Azzanul Ikhwan yang diputus oleh Majelis hakim Pengadilan Militer II-09 Bandung. Prada Mart Azzanul Ikhwan dinyatakan secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan berencana terhadap Ny Opon (39) dan anaknya Shinta Mustika (18) yang sedang mengandung 8 bulan. KontraS menilai vonis Majelis Hakim yang diketuai oleh Letkol Chk Sugeng Sutrisno ini adalah bentuk dari ketegasan yang salah arah. Perbuatan yang dilakukan oleh Prada Mart AzzanuL Ihkwan tersebut memang selayaknya mendapatkan hukuman berat -berdasarkan tuntutan oditur mendapatkan hukuman 20 tahun penjara- namun vonis hukuman mati tidak dapat dijadikan tolak ukur beratnya hukuman sebagai pemberi efek jera bagi calon pelaku lainnya.

Putusan hukuman mati yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim pengadilan Militer II-09 Bandung menandakan masih nihilnya pemahaman majelis hakim peradilan militer atas perlindungan hak asasi manusia. Dalam UUD 1945 pasal 28A jo 28I dan berbagai instrumen HAM di Indonesia, dikenal adanya beberapa hak yang digolongkan sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non derogable rights). Dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik sebagaimana sudah dijadikan hukum nasional lewat (Undang-Undang nomor 12 tahun 2005) hak-hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, diantaranya, adalah hak untuk hidup (pasal 6), hak untuk tidak disiksa (pasal 7), hak diakui sebagai pribadi di muka hukum (pasal 16) serta hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama (pasal 18).

Kami meyakini bahwa putusan ini untuk menunjukan ketegasan belaka. Namun sayang ketegasan semacam ini jelas merupakan ketegasan yang mengkhianati UUD 1945 yang menjamin hak untuk hidup. Padahal disisi lain, penempuhan mekanisme pengadilan militer semacam ini merupakan salah terap penegakan hukum. Kejahatan yang dilakukan oleh Prada Mart Azzanul Ikhwan merupakan delik pidana umum, bukan kejahatan militer. Penghukuman dengan menggunakan peradilan militer adalah sebuah kesalahan jurisdiksi hukum.

Kedepan perlu dilakukan reformasi atas sistem hukum dan penuntasan jaminan hukum disektor keamanan, dalam hal ini yang terkait dengan militer. Oleh karena itu berdasarkan hal-hal diatas kami terkait dengan kasus diatas mendesak Oditur untuk menyatakan banding terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Militer II-09 Bandung, dan tetap pada tuntutannya untuk menghukum Prada Mart dengan pidana penjara 20 tahun. Kedua, meminta DPR segera menggunakan hak inisiatifnya membahas amandemen UU nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

 

Jakarta, 25 April 2013
Badan Pekerja KontraS

 

Haris Azhar
Koordinator