15 Tahun Tragedi Mei, Bagaimana Penuntasan Kasus Hukumnya?

Jakarta – 13-15 Mei 1998 silam, sejumlah kerusuhan terjadi di Indonesia. Kerusuhan yang berujung pada turunnya Presiden Soeharto. Kini 15 tahun sudah berlalu sejak kejadian itu. Bagaimana nasib penuntasan kasus hukumnya?

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengungkapkan, ada dua rekomendasi dari lembaga Negara yang belum direalisasikan. Pertama, rekomendasi dari Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Kedua, hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang telah menemukan adanya dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang berat dalam tragedi Mei 1998.

"Hasil penyelidikan Komnas HAM sudah diserahkan kepada Kejaksaan Agung pada tahun 2003, namun Jaksa Agung hingga kini masih belum menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM dengan melakukan penyidikan," tulis KontraS dalam keterangannya, Selasa (14/5/2013).

Lambatnya penanganan kasus ini jelas merupakan catatan buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. Butuh keberanian dan terobosan politik dari presiden dan DPR untuk bisa mengawal persoalan ini.

"Hal ini menunjukkan betapa rapuhnya penegakan hukum dan HAM di Indonesia," sambungnya.

KontraS mendesak agar Presiden SBY mau mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc dan memberikan instruksi kepada Jaksa Agung untuk melakukan penyidikan atas Tragedi Mei. Jaksa Agung juga diminta untuk tidak takut melakukan penyidikan kasus ini.

"Komisi III DPR harus mengawal dan memastikan berjalannya proses penyidikan oleh Jaksa Agung atas peristiwa Tragedi Mei dan mendesak pemerintah untuk membangun monumen di kuburan massal Pondok Rangon sebagai situs sejarah dan sebagai bentuk pengakuan Negara atas kesalahan negara yang terjadi di masa lalu," tutupnya.