UU Ormas Terancam Uji Materi

JAKARTA – DPR akhirnya mengesahkan RUU Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) menjadi undang-undang pada rapat paripurna, Selasa (2/7). Kelompok penentang UU Ormas sudah menyiapkan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Perwakilan ormas dan anggota DPR yang menolak UU Ormas akan mengajukan permohonan uji materi setelah UU tersebut diundangkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Mereka menganggap UU Ormas mengancam hak warga negara untuk berkumpul serta merupakan bentuk sikap represif pemerintah.

Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti mengatakan, hingga batas waktu sosialisasi berakhir, Panitia Khusus (Pansus) RUU Ormas dan DPR tidak pernah menyosialisasikan RUU Ormas kepada kelompok ormas selain ormas keagamaan besar. Imparsial bersama Koalisi Kebebasan Berserikat dan Berkumpul berencana akan melakukan pembangkangan massal. "Kami tidak akan menyesuaikan dengan UU Ormas. Pembangkangan saja," kata Poengky, kemarin. Mereka juga siap menyebarkan daftar nama anggota DPR yang mendukung pengesahan RUU Ormas agar tidak dipilih pada Pemilu Legislatif 2014.

Koordinator Eksekutif Nasional Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar siap mengajukan permohonan uji materi atas UU Ormas ke MK. "Begitu diundangkan akan segera kami ajukan judicial review ke MK," kata Haris. Pengesahan RUU Ormas dilakukan lewat voting. Dari sembilan fraksi di DPR, tiga fraksi menyatakan menolak, yakni Fraksi PAN (26 suara), Fraksi Partai Gerindra (18), dan Fraksi Partai Hanura (6). Total suara yang menolak sebanyak 50.

Sedangkan, enam fraksi lainnya menyatakan setuju, yakni Fraksi Partai Demokrat (107), Fraksi Partai Golkar (75), Fraksi PDIP (62), Fraksi PKS (35), Fraksi PPP (22), dan Fraksi PKB (10). Total yang mendukung sebanyak 311 suara. Wakil Ketua Fraksi PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan, Fraksi PAN bersikukuh menolak karena aspirasi masyarakat dan ormas yang dikhawatirkan akan terancam kebebasannya bila UU Ormas disahkan. Viva mendukung uji materi ke MK yang akan ditempuh ormas penolak UU ini.

Ketua Fraksi Gerindra Ahmad Muzani menilai, UU Ormas masih perlu disosialisasikan lagi secara luas kepada semua pihak, tanpa memandang itu adalah kekuatan massa yang besar atau tidak. Sekretaris Fraksi Hanura Saleh Husin menilai, UU Ormas harus disampaikan dan dikomunikasikan secara lebih intensif agar tak menimbulkan konflik.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, Kemendagri siap melaksanakan UU Ormas dan melakukan sosialisasi ke seluruh wilayah Indonesia. Termasuk kepada ormas-ormas yang masih bersikukuh menolak disahkannya RUU Ormas.

Gamawan memastikan tidak ada pasal dan ayat represif yang merugikan masyarakat. UU Ormas, ujar Gamawan, setelah dibahas sejak 2011 telah disesuaikan dengan dinamika yang terjadi di tengah masyarakat. Beragam keberatan dan penolakan juga telah diakomodasi lewat sejumlah pasal.

Dia optimistis pelaksanaan UU Ormas yang didukung maksimalisasi penegakan hukum akan mencipatakan harmonisasi pada 139 ribu lebih ormas yang terdaftar di Indonesia. \"Tidak mudah untuk menindak ormas nakal, tetapi kami yakin UU ini bisa mengakomodasi mekanisme hukum yang lebih kuat tanpa melupakan hak-hak masyarakat,\" kata Gamawan.

Perubahan

Ketua Panitia Khusus RUU Ormas Abdul Malik Haramain mengatakan, DPR siap mengawasi pelaksanaan UU Ormas. Menurut dia, regulasi tersebut pasti masih menimbulkan kontra dari berbagai kelompok, tetapi keberadaan UU Ormas tidak bisa ditawar lagi.

Sebelum disahkan, lanjut Malik, sosialisasi telah dilakukan lagi dengan pimpinan ormas-ormas besar bersama pimpinan fraksi dan pimpinan DPR. Atas komunikasi yang melibatkan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Pengurus Persekutuan Gereja-geraja Indonesia (PGI), Pengurus Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) diputuskan pengubahan dan penyempurnaan pada beberapa pasal.

Aturan baru yang diakomodasi UU Ormas, di antaranya, ketentuan mengenai bidang kegiatan ormas diserahkan pada kebijakan ormas; ketentuan pengambilan keputusan organisasi merupakan hak masing-masing ormas; pada ormas yang didirikan warga negara asing dan badan hukum asing, salah satu jabatan ketua, sekretaris, atau bendahara harus dijabat warga negara Indonesia