Pemerinta RI harus Menggunakan Kewenangan Strategis sebagai Anggota PBB dan OKI untuk Mendorong Penghentian Konflik dan Kekerasan di Mesir

PEMERINTAH RI HARUS MENGGUNAKAN KEWENANGAN STRATEGIS SEBAGAI ANGGOTA PBB DAN OKI UNTUK MENDORONG PENGHENTIAN KONFLIK DAN KEKERASAN DI MESIR

KontraS kembali mengecam tindakan kekerasan dan sewenang-wenang aparat militer Mesir terhadap warga sipil di perkemahan demonstran, pada 14 Agustus 2013. Hingga hari ini tercatat sebanyak 638 orang korban meninggal dunia dan sekitar 3.717 orang terluka. Konflik ini bukan lagi merupakan konflik internal kepentingan penguasa, namun meningkat skalanya menjadi kejahatan kemanusiaan yang terus berpotensi mengancam keamanan warga sipil. 

KontraS meminta Pemerintah Indonesia untuk berperan aktif dalam menyikapi konflik di Mesir. Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Mesir dapat dikatakan terjalin sangat baik, sehingga dapat menjadi posisi tawar bagi Indonesia untuk melakukan pendekatan diplomatis dalam penyampaian pesan kepada Pemerintah Mesir untuk tidak lagi melakukan tindakan kekerasan dalam menghadapi warga sipil serta melindungi warga negaranya. Pemerintah Indonesia dan Mesir sendiri telah mengalami peningkatan kerjasama ekonomi lebih dari 50% setelah terjadinya revolusi Mesir pada 2011 lalu. Peristiwa kekerasan ini mestinya menjadi pertimbangan bagi Pemerintah Indonesia untuk melakukan tindakan tegas penghentian kerjasama ekonomi dengan pemerintah Mesir.

Kami juga meminta Pemerintah Indonesia untuk menggunakan kewenangan strategis sebagai anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk mendorong penghentian konflik dan kekerasan di Mesir. 

Pertama, sebagai anggota Dewan HAM PBB, Pemerintah RI harus turut aktif untuk mendorong perdamaian dunia. Respon cepat Dewan Keamanan PBB dan Komisaris Tinggi HAM PBB dalam menyikapi situasi ini tak cukup karena PBB memiliki kewenangan melakukan tindakan aktif untuk mendorong pemerintah Mesir agar melindungi warga negaranya serta mengintervensi situasi karena telah terjadi kejahatan kemanusiaan. Melihat skala yang semakin meluas, maka perlu adanya mediator konflik maupun tindakan tepat dan darurat dalam menghadapi krisis Mesir. Kami meminta Pemerintah Indonesia untuk mendesak PBB agar segera melakukan penyelidikan secara independen atas kejahatan kemanusiaan yang terjadi. 

Kedua, sebagai anggota Organisasi Kerjasama Islam (Organisation of Islamic Cooperation) yang terdiri dari negara berpenduduk islam besar di dunia, Pemerintah RI dan Mesir harus turut menjunjung nilai-nilai islam diantaranya nilai perdamaian, toleransi, martabat manusia dan perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan sebagaimana disebutkan dalam Deklarasi HAM Kairo. Sekretaris Jenderal OKI telah menghimbau agar kedua belah pihak yang bertikai agar dapat berdialog. Kami meminta Pemerintah Indonesia untuk menjadi menjadi inisiator maupun bridge builder melalui OKI untuk melakuan dialog damai atas kedua kubu yang berkonflik dalam krisis internal Mesir.

Rakyat Mesir membutuhkan dukungan dan proteksi dari dunia Internasional karena Pemerintah Mesir sendiri telah gagal memberikan perlindungan terhadap warga negaranya sendiri. Jika hal ini terus berlangsung maka kemungkinan terburuk bahwa Mesir menjadi failed state dapat terjadi. 

Jakarta, 16 Agustus 2013
Badan Pekerja KontraS,

 

Haris Azhar
Koordinator