Perlindungan Petani adalah bagian dari Kewajiban Pemerintah dalam Pemenuhan Hak Asasi Manusia

Perlindungan Petani adalah bagian dari Kewajiban Pemerintah

dalam Pemenuhan Hak Asasi Manusia

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS], mengucapkan selamat hari Tani Nasional yang jatuh pada 24 September 2013. Dalam momentum hari tani ini, kami bermaksud mengingatkan kembali kepada pemerintah, atas pentingnya perlindungan dan perhatian terhadap petani, yang belakangan menjadi sasaran beragam tindak kekerasan, pelanggaran hukum dan kebijakan diskriminatif.

Kami mencatat, bentuk atau tipologi kekerasan yang terjadi terhadap petani, dalam beragam kasus, diantaranya: penembakan berujung pada kematian dan luka serius, penangkapan sewenang-wenang, praktik kriminalisasi dan rekayasa kasus, penganiayaan dan pembubaran paksa demontrasi petani. Selain berhadapan secara langsung dengan aparat negara (Polri/TNI) yang kecenderungannya berpihak kepada perusahaan, petani juga harus berhadapan dengan para preman yang diduga kuat dimobilisir atau dibayar oleh pihak perusahaan, yang kerap kali melakukan ancaman dan kekerasan. Secara umum, aparat kepolisian memilih pasif membiarkan kekerasan tersebut berlangsung tanpa ada proses hukum terhadap pelaku.

Sebagai contoh, data setahun terakhir, September 2012-September 2013, menunjukan telah terjadi tujuh puluh enam [76] peristiwa kekerasan terhadap petani. Dari hasil pemetaan lebih lanjut, kami mengidentifikasi pelaku kekerasan terdiri dari: pertama aparat kepolisian dan TNI, kedua, preman dan ketiga, diakibatkan oleh konflik berupa sengketa lahan dan perampasan tanah. Dari beragam peristiwa tersebut, sedikitnya delapan [8] orang tewas dan puluhan terluka akibat tembakan dan serangan senjata tajam.

Salah satu peristiwa kekerasan, baru-baru ini, terjadi di Indramayu Jawa Barat, 25 Agustus 2013. Peristiwa ini diawali oleh aksi protes dari Serikat Tani Indramayu (STI) kepada pemerintah, menolak pembangunan waduk bubur gadung di Indramayu karena pembagunan waduk tersebut menggusur lahan pertanian.

Kami mencatat, aksi protes berlangsung ricuh, karena petani diserang oleh sejumlah preman dengan lemparan batu, bongkahan kayu dan pemukulan. Ironisnya, tindakan kekerasan terjadi dihadapan aparat keamanan [kepolisian]. Bahkan aparat keamanan turut serta melakukan kekerasan terhadap para petani yang melakukan protes. Kericuhan tersebut berbuntut terbakarnya satu buah alat berat dilokasi pembangunan waduk. Diperkirakan dua puluh [20] petani luka, dan empat puluh sembilan [49] motor milik petani dirusak preman dan polisi. Aparat kepolisian juga melakukan penyisiran mencari petani sehingga mengakibatkan satu orang petani bernama Wargi (45) tewas.

Kami menegaskan, bahwa beragam peristiwa kekerasan tersebut semakin menegaskan buram-nya perlindungan dan perhatian pemerintah terhadap petani di Indonesia, ditengah semakin menyusutnya jumlah petani dan membengkak-nya sejumlah komoditi pangan, seperti kedelai. Kehadiran UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani [UU PPP], seolah tidak banyak membawa pengaruh terhadap nasib petani di negeri ini, karena tidak diimbangi oleh kebijakan pemerintah yang menitik-beratkan perlindungan dan kesejahteraan petani itu sendiri.

Untuk itu, mengingat penting dan mendesak-nya jaminan perlindungan hukum dan perlakuan non-diskriminatif terhadap petani, kami mendorong pemerintah, untuk mensinergiskan setiap pembuatan dan pemberlakuan kebijakan yang menyangkut petani dan pertanian, salah satu nya dengan aktualisasi UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, yang kemudian menjadi landasan konstitusional bagi pasal 33 UUD 1945. Selain itu, perlindungan terhadap petani juga menjadi batu uji bagi pemerintah RI [selaku anggota Dewan HAM PBB], mengingat isu ini menjadi salah satu fokus dari Dewan HAM PBB, dan telah diadopsi oleh Majelis Umum PBB, A/HRC/19/75, yang intinya memastikan negara-negara, khususnya anggota Dewan HAM PBB, agar mengadopsi dan menselaraskan kebijakan dilevel nasional terhadap perlindungan petani.

Jakarta, 24 September 2013

Badan Pekerja

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan

Haris Azhar, Koordinator