Proses Hukum Kasus Pembunuhan Laurensius Wadu di Lembata, NTT Penuh Kejanggalan

 

Proses Hukum Kasus Pembunuhan Laurensius Wadu di Lembata, NTT Penuh Kejanggalan

Kelompok pembela HAM yang tergabung dalam Koalisi Penegak Kebenaran dan Keadilan (KPK2) mendesak penegak hukum di Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) bertindak profesional dalam menangani kasus pembunuhan berencana terhadap Aloysius Laurensius Wadu, mantan Kepala Dinas Perhubungan dan Infokom Kabupaten Lembata.

Laurens Wadu dibunuh pada 8 Juni 2013 lalu. Mayatnya ditemukan sehari kemudian oleh anak kandungnya Evan Wadu, dengan kondisi korban yang hanya memakai celana dalam dan hanya dililit dengan handuk, badan melepuh dan ada bekas luka sobekan di sejumlah bagian tubuh. Sejauh ini Polres Lembata telah menetapkan 4 tersangka dalam kasus ini, yaitu Marsel Welan, Vinsen Wadu, Yohanes Liko Ruing dan Arifin Maran.

Berdasarkan hasil pengembangan penyidikan, Polres Lembata juga menetapkan tersangka Petrus Dionisius SS Wadu (putra sulung korban), Antonius Loli Ruing (Anggota DPRD Lembata) dan Bence Ruing (PNS). Dalam fakta persidangan terungkap 5 tersangka lain, yaitu Evan Wadu, Vinsen Dasion, Herdiansah (anggota polisi Lembata) dan Omi Wuwur (Sopir Dinas Bupati Lembata) dan Inso Gowing. Kelimanya ditangkap pasca dilakukan rekonstruksi kasus pada tanggal 20 Agustus 2013.

Namun, hingga kini hanya 4 tersangka yang proses hukumnya diteruskan ke pengadilan, yaitu yaitu Marsel Welan, Vinsen Wadu, Yohanes Liko Ruing dan Arifin Maran. Dua tersangka lain, kini masih ditahan di Polres Lembata. Sementara Dionisis SS Wadu dan 5 tersangka yang ditangkap pasca rekonstruksi sudah dilepas, kecuali Bence Ruing dan Tolis Ruing kini masih ada dalam tahanan Polres Lembata.

Kami menilai bahwa selama proses hukum ditingkat penyidikan, banyak terjadi kenjanggalan dan rekayasa kasus yang dilakukan oleh penyidik yang mana keempat tersangka selama proses pemeriksaan tidak pernah didampingi oleh pengacara. Selain tidak mendaptkan pendamping ada indikasi bahwa ke-empat tersangka juga mengalami praktik-praktik penyiksan selama proses dikepolisian. Kejanggalan lainnya juga terjadi ketika penyidik melakukan geladih resik sebanyak kurang lebih sepuluh kali di Polres Lembata sebelum melakukan rekonstruksi pristiwa. Kami juga menyangkan pihak penyidik yang terlalu memaksakan motif warisan sebagai satu-satunya motif dalam pembunuhan terhadap korban, mengingat sedari awal baik pihak keluarga korban maupun terdakwa membantah motif warisan sebagai penyebab kematian korban.

Kami menduga ada banyak motif yang melatar belakangi kasus kematian korban yang tidak ditelusuri oleh pihak penyidik, salah satunya proyek Hutan Keam sebagai taman kota dan pusat wisata kuliner di dalam Kota Lewoleba. Proyek pembangunan yang dilakukan tanpa ada pembicaraan dan sosialisasi dengan kelima suku pemilik ulayat ditambah ketiadaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis telah meresahkan publik Lembata secara umum dan mengancam keberlanjutan kemandirian para petani kelima suku yang mengandalkan hutan tersebut sebagai sumber air dan pangan. Yang sedari awal ditentang dan ditolak oleh korban.

Terkait dengan hal tersebut Koalisi Penegak Kebenaran dan Keadilan mendesak:

  1. Aparat kepolisian agar secara transparan dan akuntabel dalam mengungkap pristiwa baik motif maupun aktor intelektual terkait dengan kematian Laurens Wadu
  2. Meminta Polda NTT untuk mengambil alih proses penyidikan yang masih ada di Polres Lembata, hal ini untuk memastikan agar proses pengungkapan kasus terkait dengan kematian Laurens Wadu terungkap dengan jelas, meningat kinerja penyidik Polres Lembata yang terkesan tidak independen dan memaksakan motif warisan sebagai sebagai penyebab kematian korban, walau pihak keluarga korban dan terdakwa membantah motif yang disangkakan oleh penyidik Polres Lembata.
  3. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia [Komnas HAM] melakukan penyelidikan atas kejahatan penyiksaan yang terjadi, dan mendorong proses hukum secara aktif.

 

Jakarta, 16 Januari 2004

Komisi Justice, Peace and Integrity of Creation OFM (JPIC-OFM), JPIC South of Asia And Oceania,  Komisi Nasional Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial),  Keluarga Besar Lembata (KBL), Forum Pemuda Peduli Lembata (FPPL), PBHI, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), VIVAT Indonesia, Forum Pemuda NTT Penggerak Perdamaian dan Keadilan (Formadda NTT), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI),  Institute for Ecosoc Rights, Forum Advokat Manggarai Raya (Famara), Papuan Voices, Dayak Voices, Tombo Manggarai, Kapas, Pax Romana, Indonesian Networking for Papua