TUNDA PEMBAHASAN RUU ADVOKAT

Siaran Pers Bersama 
TUNDA PEMBAHASAN RUU ADVOKAT

PSHK dan KontraS mendorong Pemerintah dan DPR RI untuk menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Advokat yang saat ini sedang dibahas. Satu tahun lebih sudah berlalu sejak Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 12 Juli 2013, menyepakati RUU Advokat sebagai RUU usul inisiatif DPR. RUU tersebut dimaksudkan sebagai RUU pengganti UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat). Pada perkembangannya, DPR menindaklanjuti dengan membentuk Panitia Khusus (Pansus) pada September 2013 yang dipimpin oleh Aziz Syamsuddin (Fraksi Partai Golkar) dengan jumlah anggota 30 orang.

Pembahasan RUU Advokat dilakukan melalui penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dengan jumlah 345 nomor DIM. Terdapat 213 nomor DIM yang sudah disepakati tetap, 21 nomor DIM dengan perubahan redaksional, 78 nomor DIM dengan perubahan substansi, 27 nomor DIM meminta penjelasan lebih lanjut, serta 6 nomor DIM terkait dengan pengusulan substansi baru oleh Pemerintah.

Pembahasan rancangan undang-undang setidaknya harus mempertimbangkan 3 (tiga) hal berikut, yaitu (i)ketersediaan waktu; (ii)pelibatan publik dan pemangku kepentingan secara optimal;dan (iii)penyelesaian terhadap masalah atau potensi masalah secara tuntas.

Dari sisi ketersediaan waktu, Masa Sidang I DPR yang dimulai 15 Agustus hingga 30 September 2014 adalah masa sidang terakhir DPR periode 2009-2014. Apabila diterjemahkan menjadi hari kerja, maka hanya tersisa sekitar 12 hari kerja bagi DPR periode ini. Waktu yang tersisa sangat singkat untuk melakukan pembahasan secara optimal dan berkualitas. Terutama dengan materi muatan RUU Advokat yang cukup kompleks, berkaitan dengan struktur sistem peradilan, serta membawa pengaruh yang luas terhadap pencari keadilan (justitiabelen).

Salah satu penyebab RUU Advokat belum dapat disahkan hingga hari ini adalah masih tersisanya berbagai perdebatan terhadap substansi yang akan diatur. Pembentuk undang-undang belum berhasil mengkonsolidasikan perbedaan pandangan, khususnya terkait dengan pembentukan Dewan Advokat Nasional (DAN). Didalam Rancangan yang ada, DAN dipilih oleh DPR RI dan diangkat oleh Presiden. Konsep ini memiliki potensi bertentangan dengan independensi advokat, terlebih-lebih banyak dari advokat yang bekerja justru pada posisi yang berseberangan dengan kebijakan DPR dan Pemerintah. Pembentukan DAN ini seharusnya dapat dijelaskan secara lebih lengkap oleh pembentuk undang-undang. 

Sementara isu krusial lainnya adalah soal perubahan organisasi tunggal menjadi multi organisasi advokat. Akibat dari perubahan ini menimbulkan resistensi dari organisasi advokat tertentu. Bagi kami, disinilah salah satu titik utama masalahnya. Dan, oleh karenanya, apakah memiliki [R]UU Advokat baru adalah solusinya? Apa urgensi dan dasar justifikasinya?

Bagi kami, tugas utama organisasi advokat adalah memberikan penguatan dan pendidikan advokat bagi anggota-anggota organisasi, memajukan hukum, dan membantu pencari keadilan. Perubahan terhadap UU Advokat harus mengacu pada ketiga prinsip diatas. Sementara konflik antar organisasi Advokat harusnya diukur pada ketiga hal diatas, bukan dilakukan dengan cara menginisiasi proses dan produk legislasi yang dikhawatirkan bukannya menyelesaikan masalah, tetapi akhirnya menghasilkan rentetan masalah baru.  

Untuk itu, selain mendorong pembahasan RUU Advokat ditunda hingga periode DPR mendatang (2014-2019), kami juga mendesak ada proses rekonsiliasi terlebih dahulu diantara berbagai organisasi yang bersitegang. Termasuk adanya keterbukaan [bisa dalam bentuk evaluasi] atas berbagai organisasi yang ada dalam perannya bagi anggota-anggotanya, masyarakat, dan pencari keadilan. Bentuknya bisa berupa evaluasi yang dilakukan oleh pihak yang independen. 

Sekali lagi, berdasarkan hal di atas, KontraS dan PSHK mendesak Pansus RUU Advokat dan Pemerintah agar menunda pembahasan RUU Advokat.

CP:
Miko Ginting – 085722447687
Yati Adriyani – 081586664599