Hentikan Intimidasi Terhadap Warga Penghuni Rumah Negara oleh PT. KAI (Kereta Api Indonesia)

Siaran Pers Bersama
Hentikan Intimidasi Terhadap Warga Penghuni Rumah Negara oleh PT. KAI (Kereta Api Indonesia)

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama warga penghuni rumah negara wilayah Jatibaru, Gambir, Jakarta Pusat mendesak PT. KAI untuk menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap warga penghuni rumah negara wilayah Jatibaru, Gambir, Jakarta Pusat.

Adapun tindakan intimidasi tersebut terkait dengan upaya PT. KAI untuk mengosongkan bangunan milik warga yang menghuni rumah negara di wilayah Jatibaru yang secara administrasi terbagi dalam dua wilayah yakni Kecamatan Tanah Abang Kelurahan Kampung Bali dan Kecamatan Gambir kelurahan Cideng [kronologi terlampir]. Namun demikian, rencana pengosongan oleh PT. KAI tersebut sangat intimidatif dan tidak memperhatikan hak warga. Hal ini dibuktikan dengan model penyelesaian sengketa rumah negara oleh PT. KAI yang rentan terhadap pelanggaran HAM melakukan tindakan-tindakan intimidasi beserta ancaman seperti :

Pertama, ketidakjelasan surat yang ditujukan kepada warga penerima surat. 6 Warga di Kecamatan Gambir mendapatkan surat perintah pengosongan lengkap dengan kop surat dan ditandatangani oleh senior aset manager Syarif Hidayat DAOP I, sementara warga sisanya hanya menerima fotocopy Surat Perintah Pengosongan dari PT. KAI tanpa disertai stempel dari PT. KAI;

Kedua, surat dari PT. KAI berisi ancaman jangka waktu yang sempit tanpa adanya negosisasi dan sosialisasi yang dilakukan sebelumnya. Warga hanya diberi toleransi waktu selama kurang lebih 7 hari sejak pertama kali menerima surat perintah pengosongan oleh PT. KAI, sehingga tidak memungkinkan bagi warga untuk memindahkan harta miliknya dengan segera;

Ketiga, melarang warga untuk didampingi kuasa hukum untuk menghadapi kasus sengketa rumah negara. Dalam pertemuan dengan perwakilan PT. KAI untuk mengklarifikasi surat perintah pengosongan tersebut pada 22 September 2014, Bapak Drajad selaku General Manager Aset dan Bangunan DAOP I, sudah melakukan intimidasi dengan mengatakan bahwa pertemuan hanya boleh dihadiri oleh warga saja tanpa didampingi oleh kuasa hukum, LSM atau lembaga pendamping. Warga juga dipaksa untuk menyetujui penandatanganan kontrak sewa tanpa terlebih dulu mengetahui berapa besaran harga sewa dan apabila warga tidak sanggup membayar sewa maka warga diminta untuk meninggalkan rumah tanpa adanya ganti rugi.

Tindakan-tindakan intimidatif dari PT. KAI tersebut telah melanggar:

1. Pasal 100 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi:

Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia.

2. Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi:

“setiap orang berhak untuk menggunakan semua upaya hukum nasional […] atas semua pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin oleh Hukum Indonesia dan hukum Internasional menganai hak asasi manusia yang telah diterima negara Republik Indonesia.”

3. Pasal 17 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi:

setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan dan gugatan baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh Hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.

4. Basic Principles and Guidelines on Development- Based Evictions and Displacement,

“States must give priority to exploring strategies that minimize displacement. Comprehensive and holistic impact assessments should be carried out prior to the initiation of any project that could result in development-based eviction and displacement, with a view to securing fully the human rights of all potentially affected persons, groups and communities, including their protection against forced evictions. “Eviction-impact” assessment should also include exploration of alternatives and strategies for minimizing harm”

Berdasarkan hal tersebut diatas, kami mendesak PT KAI untuk; Pertama, PT. KAI menghentikan segala tindakan intimidasi terhadap warga. Kedua, dalam hal negosiasi dan sosialisasi rencana sewa rumah negara maupun pengosongan harus berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan dan peraturan terkait serta mengedepankan pendekatan dialog. Dan Ketiga, menghadirkan pihak ketiga seperti Komnas HAM dan/atau Ombudsman RI sebagai mediator penyelesaian sengketa rumah negara untuk mencegah terjadinya segala bentuk pelanggaran HAM selama proses penyelesaian sengketa rumah negara tersebut.

 

Jakarta, 23 September 2014

 

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
Warga Penghuni Rumah Negara Wilayah Jatibaru Jakarta Pusat

Lampiran [Kronologi Kasus Pengusuran]