Perbaiki Bangsa dengan Memperbaiki Masa Lalu, Bukan Melupakannya

Perbaiki
Bangsa dengan Memperbaiki Masa Lalu, Bukan Melupakannya


Korban dan Keluarga Korban
Pelanggaran HAM masa lalu bersama
Komisi untuk Orang Hilang
dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyampaikan kekecewaan atas pernyataan
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Tedjo Edhi Purdijatno. Dalam
merespon penanganan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, Tedjo Edhi meminta
agar masyarakat tidak lagi melihat kebelakang dan tidak mencari pihak-pihak yang
bersalah.


Yang lalu kan sudah,
rekonsiliasi ini kita lanjutkan. Jangan mundur lagi ke belakang. Negara perlu
makmur ke depan, bukan hanya mencari salah di sana-sini. Jadi ayo perbaiki
bangsa ke depan,
ujar Tedjo Edhi sebagaimana dilansir dari artikel kompas.com yang berjudul Soal
Penanganan Kasus HAM, Menko Polhukam Minta Jangan Lagi Lihat ke Belakang,
Senin, 1 Desember 2014 (diakses pada Selasa, 2 Desember 2014, pukul
21:32).


Sangat disayangkan
pernyataan tersebut terlontar dari seorang menteri Kabinet Kerja yang bekerja
dibawah Presiden dan Wakil Presiden yang pernah menyatakan keberpihakannya
kepada penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dalam visi-misinya
secara tertulis, yaitu: 1.) Kami berkomitmen menyelesaikan secara
berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang sampai dengan
saat ini masih menjadi beban sosial politik bagi bangsa Indonesia seperti:
Kerusuhan Mei, Trisakti-Semanggi 1 dan 2, Penghilangan Paksa, Talang
Sari-Lampung, Tanjung Priok, Tragedi 1965
[Poin ff]; 2.)
Kami berkomitmen menghapus
semua bentuk impunitas di dalam sistem hukum nasional, termasuk didalamnya
merevisi UU Peradilan Militer yang pada masa lalu merupakan salah satu sumber
pelanggaran HAM
[Poin gg]. Terlebih
dalam salah satu butir agenda prioritas kerja strategisnya, Presiden Joko Widodo
dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla tegas menyatakan bahwa
pemerintahannya
, Menolak
negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas
korupsi, bermartabat dan terpercaya.
[Nawa Cita
4].


Berdasarkan hal tersebut,
kami hendak menyampaikan beberapa kecaman dan kritik kepada Tedji Edhi
Purdijatno selaku Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan sebagai
berikut:


Pertama, sebagai bagian dari
representasi negara—dimana Presiden sendiri telah menyatakan komitmennya
terhadap penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu—maka tidak selayaknya
Menko Polhukam sebagai lembaga negara terkait menyatakan pernyataan yang bernada
menyepelekan soal penyelesaian kasus dan keadilan bagi korban pelanggaran HAM
berat masa lalu kepada publik.


Kedua, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada Mei 2011 pernah membentuk tim penyelesaian peristiwa pelanggaran
HAM berat dengan mandat mencari format terbaik untuk penyelesaian peristiwa
tersebut. Tim yang beranggotakan Kementerian Hukum dan HAM; Kejaksaan Agung;
Komnas HAM; Kementerian Pertahanan; Mabes TNI; Mabes Polri; dan beberapa lembaga
serta institusi pemerintahan terkait ini diketuai oleh Menteri Koordinator
Politik, Hukum dan Keamanan. Hingga tapuk pemerintahan berganti, belum ada
kejelasan dari hasil kerja tim tersebut. Ketimbang mengeluarkan pernyataan yang
dapat menyalahi rasa keadilan bagi korban, maka kami merekomendasikan kepada
Menko Polhukam agar dapat menunjukkan hasil kerja dari tim terdahulu kepada
publik.


Ketiga, penting disadari bahwa
memperbaiki bangsa ke depan sebagaimana yang dinyatakan Menko Polhukam dalam
kutipan artikel di atas adalah dengan memastikan bahwa pelanggaran HAM berat
masa lalu tidak boleh terjadi kembali di masa yang akan datang. Pernyataan
tidak mencari pihak-pihak yang bersalah mengindikasikan lemahnya komitmen
Menko Polhukam dalam membantu proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat
masa lalu sebagaimana yang dicanangkan dalam visi-misi Presiden. Jika belum
menjadi prioritas utama, maka seyogyanya bukan berarti tidak mulai dikerjakan.
Korban dan keluarga korban pelanggaran HAM memiliki hak atas kebenaran, keadilan
dan pemulihan. Selain itu, publik secara umum memiliki hak untuk mendapat
jaminan ketidakberulangan suatu tindak pelanggaran HAM berat. Adalah
tanggungjawab negara—termasuk Menko Polhukam untuk bersama-sama memenuhi keempat
hak korban dalam kerangka keadilan transisi tersebut.


Keempat kami meminta kepada Menkopolhukam
untuk segera mencabut pernyataan sesat tersebut dan meminta maaf kepada korban
dan keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Pernyataan Menkopolhukam
telah menyakiti hati dan rasa keadilan bagi korban yang selama bertahun-tahun
berjuang memperoleh keadilan di Negara ini.


Jakarta, 4 Desember
2014


 


Komisi untuk
Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama Jaringan Solidaritas
Korban untuk Keadilan (JSKK), Paguyuban Mei 98, Yayasan Penelitian Korban
Pembunuhan 65 (YPKP 65), Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Rezim Orde Baru
(LPR-KROB), Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), Paguyuban Keluarga
Korban Talangsari Lampung (1989), Ikatan Korban dan Keluarga Korban Tanjung
Priok 1984 (IKKAPRI), Komunitas Korban Pelanggaran HAM Aceh Utara, Solidaritas
Persaudaraan Korban Pelanggaran HAM Aceh, Awak Mantan Tapol Aceh (AMANAT),
Keluarga Ureng Gadoh Aceh (KAGUNDAH), Komunitas Korban Jamboe Keupok Aceh
Selatan.